SultengTerkini.Com, JAKARTA- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut ada 2.049 orang calon legislatif (caleg) yang tidak membuka profil pribadinya. KPU menyebut caleg punya kebebasan mempublikasikan atau justru menutup profil dirinya dan keluarga.
“Kami mencatat ada 2.049 caleg dari 8.000-an yang kemudian tidak membuka profil atau data pribadinya. Kami terikat dengan perundang-undangan bahwa ada UU Komisi Informasi Publik,” kata Komisioner KPU Ilham Saputra dalam diskusi bertajuk Keterbukaan Data Profil Caleg Pemilu 2019, KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019).
Menurut Ilham, dalam formulir BB2 (bakal calon), mempersilakan para caleg memilih membuka atau tidak mempublikasikan data pribadinya ke publik.
“Jadi sebetulnya data informasi pribadi, misalnya istrinya berapa, namanya siapa, anaknya berapa. Data-data yang pribadi sekali. Yang sampai sekarang menurut kami sampai saat ini dijamin UU bahwa mereka juga punya hak untuk tidak di-publish. Jadi bukan keinginan KPU untuk tidak membuka info ini,” katanya.
Menurut Ilham, KPU hanya ingin menyampaikan informasi seterang-terangnya ke publik. Dengan begitu, publik bisa menilai profil caleg.
“Kalau memang ini nggak dibuka, kami akan mengumumkan siapa aja yang tidak membuka data pribadinya, kita buka saja ke masyarakat. Biar (masyarakat) menilai bahwa orang yang kemudian menutup aksesnya informasinya ini apakah kemudian layak dipilih atau tidak misalnya,” papar Ilham.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini memaparkan ada 2.043 dari 7.992 atau 25,56 persen caleg yang tidak mau membuka data diri.
Perludem menyebut lima parpol dengan jumlah caleg yang tertutup profil caleg paling banyak yakni Partai Demokrat, Hanura, PKPI, Partai Garuda dan Partai NasDem. Sementara 5 partai yang paling terbuka profil calegnya menurut Perludem yakni Partai Golkar, Berkarya, PPP, PAN, Perindo.
Menurut Titi, ada sejumlah informasi yang sebenarnya dibutuhkan publik di dalam profil caleg.
“Kalau kami sih di Perludem punya rekam publik ya tidak pilih caleg yang tidak mau datanya dibuka. Ini soal akuntabilitas, representasi antara konstituen dengan wakil. Apa yang bisa kita harapkan dari seorang kandidat yang tidak mau mau mempublikasikan riwayat hidupnya. Ada info mendasar yang dibutuhkan usia hingga status terpidana apa bukan karena itu ada di formulir itu,” kata Titi.
(sumber: detik.com)
Komentar