Perikanan Hiu Perlu Disikapi Secara Bijak

foto 4
FOTO: IST

TUHAN menciptakan alam dengan begitu sempurnanya. Tak ada yang diciptakan dengan sia-sia semua memiliki peran masing-masing dalam kehidupan, keterkaitan antara makhluk yang satu dengan makhluk lainya yang kemudian dinyatakan sebagai suatu ekosistem.

Dimana makhluk hadir dengan tugas masing-masing baik sebagai produsen, konsumen dan pengurai yang pada akhirnya adalah untuk menjaga keseimbangan alam.

OLEH: FARDI KALLANG SH *)

Ikan Hiu adalah satu dari banyaknya penghuni ekosistem laut. Hiu adalah top predator yang tugasnya menjaga kesinambungan rantai makanan di ekosistem laut. Ketika populasi Hiu seimbang, maka ikan karnivor dan ikan herbivor di bawahnya hidup lestari pada terumbu karang yang juga terjaga baik.

Sementara ketika populasi Hiu menurun, ekosistem mulai berjalan tidak seimbang. Ketika hiu tidak ada, ikan karnivor bertambah banyak dan menghabiskan jumlah ikan herbivor. Ini mengakibatkan pertumbuhan alga tak terkendali dan mengganggu kesehatan terumbu karang kemudian akhirnya mati.

Di Indonesia, Hiu banyak diburu sebagai tangkapan utama di beberapa lokasi seperti Laut Jawa Selat Karimata, Selat Makassar, sekitaran Samudera Hindia, Laut Tiongkok Selatan dan Samudera Pasifik.

Ikan bertulang rawan tersebut menjadi salah satu hewan yang sering ditangkap untuk dijadikan komoditi dengan keuntungan besar. Hiu diburu untuk diambil sirip, daging, kulit, minyak hati, dan tulang rawannya. (WWF)

Perikanan Hiu di Indonesia dimulai pada tahun 1970, Penangkapannya menggunakan pancing rawai (tuna longline). Hasil tangkapan Hiu tersebut bukan merupakan tangkapan target melainkan tangkapan sampingan (by-catch).

Perdagangan Hiu saat ini masih pada fase lampu hijau kecuali untuk beberapa jenis yang dilarang ekspor yakni Hiu Koboi (Carcharhinus longimanus) dan Hiu Martil (Sphyrna spp) sebanyak tigas spesies dan satu spesies Hiu yang dilindungi secara penuh berdasarkan Kepmen KP Nomor 13 Tahun 2003 yakni Hiu Paus (Rhincodon typus).

Berdasarkan data yang dirilis oleh FAO (Food and Agriculture Organization) total tangkapan ikan Elasmobranchii di dunia pada tahun 2008 mencapai 700.000 ton. Dari jumlah tersebut Indonesia, India, Spanyol, Taiwan dan Mexico menjadi lima negara penghasil produksi Hiu terbesar di dunia (Lact and Sant, 2011).

Di Sulawesi Tengah sendiri perdagangan Hiu dalam dua tahun terakhir mulai bertumbuh, utamanya di Kabupaten Tolitoli di tahun 2017 berdasarkan data lalu lintas domestik keluar yang tercatat pada Stasiun Karantina Ikan Palu Wilayah Kerja Tolitoli sebanyak 10.561 kg (10,56 ton).

Di tahun 2018 sebanyak 37.800 kg (37,8 ton), Hiu dikirim dalam bentuk beku tanpa kepala dan sirip dan telah di perdagankan dan tersertifikasi secara legal beberapa jenis Hiu yang dikirim diantaranya adalah spesies Hiu lonjor (Carcharhinus brevipinna) Hiu Kejen/bulu (Carcharhinus limbatus) Hiu karang sirip hitam (Carcharhinus melanopterus) Hiu Mungsing (Carcharhinus sorrah) dengan status perlindungan Non Appendiks CITES.

Dari kacamata ekonomi peningkatan produksi akan memberikan keuntungan finansial kepada masyarakat dan nelayan serta sebagai sumber pendapatan daerah, namun demikian kegiatan penangkapan yang melebihi batas kemampuan pulih dan cara tangkap yang tidak ramah lingkungan akan menjadi ancaman bagi sumber daya Hiu.

Perairan Indonesia memiliki keragaman hiu yang cukup tinggi sebanyak 117 spesies ikan Hiu ditemukan diperairan Indonesia (Fahmi, 2011).

Namun kondisi saat ini menunjukkan bahwa hampir seluruh jenis ikan Hiu yang bernilai ekonomis dihadapkan pada ancaman kepunahan.

Komitmen pemerintah dalam pengelolaan perikanan hiu telah tertuang pada National Plan Of Action (NPOA) Pengelolaan hiu dan pari tahun 2016-2020.

Dengan tujuan untuk mempersiapkan regulasi nasional terkait pengelolaan Hiu, peningkatan akurasi data hasil tangkapan Hiu, pengaturan pemanfaatan ikan Hiu serta peningkatan pemahaman masyarakat tentang pengelolaan perikanan Hiu.

Sebagai penutup pada tulisan ini, upaya pengelolaan Hiu perlu dilakukan oleh banyak stakeholder tidak terbatas pada kementerian di bidang kelautan dan perikanan, tetapi juga kepada pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat dengan inovasi-inovasi yang bersifat mengurangi tangkapan berlebih.

*) Penulis adalah Fungsional PHPI Pada Kantor Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas I Palu Wilayah Kerja Tolitoli

Komentar