PROVINSI Sulawesi Tengah memiliki potensi kekuatan ekonomi rakyat yang cukup besar. Dari 18 lapangan usaha hasil Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) yang baru saja dirilis pada akhir tahun 2018, 80% jumlah usaha di Provinsi Sulawesi Tengah didominasi oleh tiga lapangan usaha.
Industri pengolahan menjadi peringkat kedua setelah lapangan usaha perdagangan, disusul akomodasi dan penyedia makan minum di peringkat ketiga.
Oleh: Yani Diyani Rafei*)
Jumlah usaha pada sektor industri pengolahan adalah sebesar 92.396 usaha atau 27,1%, dari jumlah seluruh usaha yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah.
Dari data tersebut, 99,87% atau sebanyak 92.274 usaha adalah Industri Mikro Kecil dan sisanya (0,13%) adalah Industri Besar Sedang.
Industri Mikro Kecil (IMK) yaitu industri pengolahan yang mempunyai jumlah tenaga kerja 1 sampai 19 orang, termasuk pemilik/pengusahanya, sedangkan Industri Besar Sedang (IBS) adalah industri pengolahan yang jumlah tenaga kerjanya di atas 20 orang.
Jumlah tenaga kerja industri pengolahan adalah sebesar 297.928 orang atau 30,5% dari seluruh tenaga kerja di 18 lapangan usaha SE2016.
Angka ini yang hampir sama dengan penyerapan tenaga kerja pada sektor perdagangan. Dari angka tersebut, jumlah tenaga kerja IMK adalah sebesar 279.012 orang atau 93,6% dari jumlah tenaga kerja industri pengolahan secara keseluruhan.
Berangkat dari fakta tersebut di atas, dapat dipahami bahwa IMK mempunyai peran yang sangat strategis pada perputaran roda pertumbuhan ekonomi, terutama dari sisi jumlah usaha dan penyerapan tenaga kerja.
Pada Jumat 28 September 2018 pukul 17.02 WIB telah terjadi bencana di Provinsi Sulawesi Tengah berupa gempa yang berkekuatan 7,4 skala richter saja disertai tsunami dan likuefaksi.
Daerah yang terdampak bencana meliputi Kota Palu, Kabupaten Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) lebih dari 2.000 orang tewas, ribuan bangunan dan infrastruktur hancur, baik rumah penduduk, kantor, rumah ibadah, jalan, jembatan dan lain lain.
Kerugian akibat bencana mencapai belasan triliun rupiah.
Bagaimana dampak bencana alam yang melanda Provinsi Sulawesi Tengah terhadap IMK dan pertumbuhan produksinya?. Bagaimana nasib 92.274 usaha dan 279.012 orang pekerja IMK berdasarkan data SE2016 setelah bencana?.
Karakteristik IMK sebagai basis ekonomi kerakyatan sangat mudah jatuh bangun.
Untuk memulai usaha IMK sangatlah mudah. Asal ada kemauan, siapapun dapat memulai usaha. Usaha dapat dimulai dengan modal secukupnya dan menggunakan bahan baku yang mudah dijangkau.
Bahkan, hanya dengan mengambil bahan dari pekarangan atau hutan secara gratis dan pekerja hanya dirinya sendiri, orang sudah bisa membuat usaha IMK. Di sisi lain, usaha IMK juga dapat dengan mudah terhenti. Hanya karena musim hujan, anak sakit, pulang kampung, atau karena hari raya, kegiatan industri dapat terhenti.
Apalagi karena bencana alam, dengan skala cukup besar pada akhir Agustus lalu sudah dapat diperkirakan memberikan dampak yang besar bagi IMK.
Survei IMK 2018 Triwulanan yang dilaksanakan oleh BPS di Provinsi Sulawesi Tengah, telah memantau sampel usaha IMK yang sama secara terus menerus selama setahun.
Hasilnya, pada triwulan I dan triwulan II data yang masuk sebanyak 574 usaha, tetapi data triwulan III yang diambil pada bulan Oktober 2018 jumlah tersebut berkurang drastis menjadi hanya 314 usaha saja, berkurang sebanyak 260 usaha.
Hal ini merupakan dampak dari bencana alam di Kota Palu dan sekitarnya. Ada usaha yang tidak berproduksi karena rumah dan tempat usahanya terdampak bencana, ada yang menjadi korban terkena reruntuhan atau tsunami, ada yang karena bahan bakunya tidak ada, ada pula yang memang pengusaha dan pekerjanya pun tidak bisa ditemukan lagi.
Ini menjelaskan bahwa gempa yang terjadi pada akhir bulan September tersebut menyebabkan lebih dari 45% responden Survei IMK 2018 Triwulanan di Provinsi Sulawesi Tengah tidak berproduksi atau tidak dapat ditemui saat pengambilan data bulan Oktober 2018 (sebulan setelah bencana).
Tetapi pada triwulan IV jumlah usaha yang dapat ditemui dan aktif berproduksi meningkat kembali walaupun tidak sama dengan jumlah usaha pada triwulan I dan II yaitu sebanyak 417 usaha.
Artinya masih ada 157 usaha yang belum berproduksi atau tidak ditemukan. Kabar baiknya, ada 103 usaha lagi yang sudah mulai bangkit kembali berproduksi paska bencana gempa.
Lalu bagaimana dengan pertumbuhan produksi IMK antar triwulannya sebelum dan paska bencana?. Pertumbuhan produksi di Provinsi Sulawesi Tengah pada triwulan I dan II masing-masing adalah 5,50% dan 3,57%.
Pada triwulan III, meskipun terjadi bencana, pertumbuhan produksi masih menunjukkan angka positif yaitu 8,30 %.
Hal tersebut karena pada triwulan III, selama bulan Juli dan Agustus IMK masih aktif berproduksi, ditambah lagi masih dalam suasana lebaran dan ada Hari Raya Idul Adha serta tahun ajaran baru, sehingga permintaan meningkat dan produksi tumbuh positif.
Dampak bencana Palu baru terlihat pada hasil IMK triwulan IV yang dirilis pada 1 Februari 2019.
Pertumbuhan produksi IMK di Sulawesi Tengah menjadi -9,09%, mengalami penurunan yang signifikan ke level terendah dibanding dengan provinsi lainnya di Indonesia.
Pada triwulan IV 2019, hampir semua kelompok industri mikro kecil di Provinsi Sulawesi Tengah mengalami penurunan produksi.
Industri minuman pada triwulan IV mengalami pertumbuhan terendah yaitu -32,52%. Hal ini disebabkan jumlah produksi usaha air minum isi ulang menurun drastis karena keadaan air yang keruh pascabencana dan kerusakan mesin.
Sementara itu, industri makanan yang didominasi oleh produk kopra juga turun menjadi -10,41% karena harga kopra turun, bahan baku kopra sulit diperoleh, jumlah bahan baku berkurang dan biaya pengolahan naik.
Industri tekstil dan pakaian jadi juga turun karena tidak ada pesanan dan tidak dapat berproduksi karena bencana.
Sama halnya dengan indutri kayu, barang dari kayu dan industri furniture juga mengalami penurunan karena harga bahan baku naik dan rendahnya permintaan. Itulah beberapa contoh IMK yang terdampak bencana alam di Provinsi Sulawesi Tengah.
Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Tengah selama ini telah ditopang oleh pertumbuhan IMK. Untuk menguatkan kembali sektor IMK, perlu dilakukan normalisasi kehidupan dengan memulihkan kondisi masyarakat dan infrastruktur, memperbaiki sarana-sarana yang rusak sehingga membuat iklim berusaha kembali kondusif.
Partisipasi bersama antar pihak terkait, baik pemerintah pusat dan daerah, swasta, dan lainnya, sangat diperlukan untuk membangun kembali IMK di Provinsi Sulawesi Tengah.
*) Penulis adalah Fungsional Statistisi Ahli Subdit Statistik Industri Kecil dan Rumah Tangga Badan Pusat Statistik RI
Komentar