Hemsi Divonis Penjara, Walhi Sulteng: Ada yang Tidak Beres di PN Pasangkayu

WhatsApp Image 2019-03-27 at 15.12.14
DARI kanan ke kiri, Rasyidi (pendamping hukum Hemsi) didampingi Adi Priyanto (pendamping hukum Hemsi) dan Stevandi (Devisi Kampanye Walhi Sulteng), saat jumpa pers di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen Kota Palu, Sulawesi Tengah, Rabu (27/3/2019). FOTO: ICHAL

SultengTerkini.Com, PALU– Putusan Pengadilan Negeri (PN) Pasangkayu di Sulawesi Barat yang menjatuhi hukuman 5 bulan penjara kepada Hemsi, seorang petani di Kecamatan Rio Pakava, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah makin menunjukkan kebobrokan dan ketidakadilan hukum.

Hemsi divonis bersalah di Pengadilan Negeri Pasangkayu pada Senin, 25 Maret 2019.

Demikian disampaikan Devisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulteng, Stevandi saat jumpa pers di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen Kota Palu, Rabu (27/3/2019).

Stevandi mengungkapkan, seperti dipahami bersama, kasus yang dialami oleh Hemsi bukan kali ini saja terjadi.

Ia menyebutkan, di tahun 2017, ada empat petani di Polanto Jaya, Rio Pakava yang juga diputus kurungan penjara oleh Pengadilan Negeri Pasangkayu.

Menurutnya, penegakan dan semangat supremasi hukum telah dikangkangi atas putusan terhadap Hemsi Senin 25 Maret 2019 lalu.

Selama proses persidangan Hemsi, ada beberapa poin penting yang menurutnya tidak masuk diakal dan memberikan kesan atau dugaan bahwa, apa yang dialami oleh Hemsi adalah bagian dari skema korporasi menggunakan perangkat negara untuk mengkriminalisasi petani.

Sementara itu, Rasyidi, pendamping hukum Hemsi menambahkan, majelis hakim yang sependapat dengan Penasehat Hukum Hemsi bahwa, sengketa lahan antara Hemsi dan PT Mamuang harus diselesaikan secara perdata karena masing-masing, baik Hemsi dan PT Mamuang mengklaim lahan itu adalah milik mereka.

Tapi dalam putusan katanya, majelis hakim justru menerangkan bahwa, Hemsi tidak dapat membuktikan lahan tersebut adalah miliknya dan bagi majelis hakim, Jaksa Penuntut Umum dapat membuktikan bahwa sawit yang ada dalam lahan tersebut ditanam oleh PT Mamuang, sehingga dengan pertimbangan konyol ini, majelis hakim menganggap Hemsi malakukan pencurian.

Ia mengatakan, apa yang dijelaskan oleh Majelis Hakim dalam putusan tersebut, menurutnya seperti guyonan tak lucu.

Bagaimana tidak, majelis hakim dalam mengambil keputusan, tidak mempertimbangkan bukti yang diajukan oleh Hemsi, baik berupa kwitansi pembelian bibit, kwitansi jasa pembersihan lahan serta keterangan saksi meringankan dari Hemsi.

Padahal selama proses sidang,  Hemsi dapat menunjukan bukti-bukti tersebut dengan membawa puluhan alat bukti dan ini tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim.

Pada saat Pemeriksaan Setempat (PS) yang menghadirkan ahli dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pasangkayu, ahli tersebut tidak dapat menunjukkan titik koordinat batas HGU PT Mamuang. “Sehingga menurut kami putusan ini adalah putusan sesat,” katanya yang didampingi rekannya sesama pendamping hukum Hemsi, Adi Priyanto.

Ia menuturkan, apa yang dialami oleh Hemsi saat ini adalah bentuk ketidakadilan hukum kepada petani. Hemsi yang mempertahankan tanahnya untuk mempertahankan hidup bersama keluarganya, harus berhadapan dengan buruknya peradilan di republik ini.

“Kami juga menduga bahwa, putusan majelis hakim terhadap Hemsi memang sudah dipersiapkan sejak awal. Karena jarak pembacaan pledoi dan pembacaan putusan hanya berselang dua hari, yang dalam asumsi kami itu terlalu singkat. Ada yang tidak beres dalam soal ini,” tuturnya menambahkan.

Atas putusan ini, Hemsi dan tim kuasa hukumnya akan melakukan banding.

Sebab sampai kapanpun kata Rasyidi, Hemsi akan tetap mempertahankan tanahnya yang diklaim oleh korporasi haus lahan PT Mamuang (anak perusahaan Astra Agro Lestari), dan akan terus melawan putusan yang menuduh bahwa ia terbukti mencuri. CAL

Komentar