PALU– Puluhan orang yang mengatasnamakan dirinya Aliansi Mahasiswa Wita Ponda, Kabupaten Morowali berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Jalan Sam Ratulangi, Kota Palu, Senin (3/1/2022). Bersama mahasiswa, hadir pula sejumlah tokoh masyarakat dari Desa Solonsa dan Kepala Desa Ungkaya, Muhammad Guntur Mursila.
Menurut Koordinator Lapangan, Asnawi, aksi unjuk rasa itu dilakukan dalam rangka menuntut hak-hak keperdataan masyarakat Wita Ponda. Dari hak keperdataan itu kata dia, bisa melahirkan pemberdayaan terhadap masyarakat dari segala sektor oleh perusahaan yang beroperasi di Wita Ponda.
Menurutnya, Pemerintah Provinsi Sulteng mestinya lebih memperhatikan kepentingan masyarakat dan mengutamakan hak keperdataan di wilayah lingkar tambang.
Asnawi berharap masalah ganti rugi lahan oleh pihak perusahaan tambang selaku pemilik IUP atau izin usaha pertambangan tidak berakhir begitu saja bila telah diselesaikan, tetapi perlu adanya tindaklanjut jangka panjang seperti pemberdayaan potensi masyarakat dan pengusaha lokal.
“Berikanlah kesempatan masyarakat untuk berpendapatan bekerjasama dengan perusahaan yang ada,” kata Asnawi kepada jurnalis media ini per telepon genggam, Selasa (4/1/2022).
Adapun tuntutan Aliansi Mahasiswa Wita Ponda saat berunjuk rasa di depan kantor gubernur Sulteng yakni meminta kejelasan dampak yang terjadi dan merugikan masyarakat Wita Ponda.
Mereka juga menuntut hak-hak keperdataan dan pemberdayaan masyarakat yang harus diberikan pihak perusahaan, salah satunya adalah PT Alaska.
Tak hanya itu, mereka juga menuntut hak kontribusi mahasiswa Kecamatan Wita Ponda yang harus diberikan oleh PT Alaska.
Sementara itu, Kepala Desa Ungkaya, Muhammad Guntur Mursila (50) membenarkan dirinya ikut dalam aksi unjukrasa di Palu.
Selain persoalan hak keperdataan, hal lain yang menjadi tuntutan masyarakat di wilayahnya adalah masalah pemberdayaan dan dampak buruk dari penambangan perusahaan yang dinilainya tidak profesional, sehingga sempat terjadi bencana banjir.
“Kalau dibilang profesional, kuranglah, buktinya kemarin kita banjir besar,” tuturnya yang ditemui jurnalis media ini di sebuah warung kopi, Jalan Balai Kota Palu, Selasa.
Dari sejumlah persoalan itu kata dia, yang paling dituntut dan diutamakan adalah mengenai masalah pemberdayaan ekonomi, dimana tidak diberikan kesempatan oleh pihak perusahaan pemilik IUP dalam mendapatkan penghasilan bagi masyarakat di wilayahnya.
Dia mengungkapkan banyak perusahaan tambang nikel yang beroperasi di desanya, namun satu diantaranya yakni PT Alaska paling banyak disoroti oleh warganya.
“Kita fokus kemarin (saat demo) adalah PT Alaska, namun hak masyarakat bukan hanya di PT Alaska saja, tetapi ada juga di PT MKL, MSB, CMP,” katanya.
Menurutnya, sebelum beraktivitas mengelola tambang, pihak perusahaan selaku pemilik IUP seharusnya membebaskan lahan milik masyarakat terlebih dahulu.
“Ini terbalik, beraktivitas dulu baru perusahaan itu datang ke masyarakat untuk membebaskan lahan, ini yang kita protes. Intinya banyak hak masyarakat yang terabaikan oleh pihak perusahaan dan itu seharusnya diperhatikan,” ujarnya.
Sementara itu, anggota DPRD Provinsi Sulteng, Ambo Dalle menilai tuntutan dalam aksi unjuk rasa tersebut merupakan sesuatu yang positif karena memperjuangkan hak masyarakat setempat.
Menurut wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Kabupaten Poso, Tojo Unauna, Morowali, dan Morowali Utara itu, dalam setiap IUP ada hak keperdataan masyarakat yang perlu dihargai.
“Kalau saya melihat bahwa penghargaan itu harus berbentuk pada pemberdayaan masyarakat, termasuk pengusaha lokal disana,” kata Ambo Dalle yang dimintai tanggapan mengenai aksi unjuk rasa tersebut.
Mantan Ketua DPRD Morowali itu menjelaskan, pemberdayaan masyarakat dan pengusaha lokal yang dimaksud adalah pihak perusahaan memberikan kesempatan untuk bekerja melakukan penambangan.
Sebab kata dia, selama ini yang terjadi adalah banyak kontraktor dari luar Morowali melakukan penambangan, sementara pengusaha lokal setempat itu juga mampu melakukan pekerjaan tersebut.
Dia berharap, pihak perusahaan tidak menutup kesempatan bagi mereka dari luar, tetapi bagaimana pengusaha lokal Morowali yang punya kemampuan juga diberikan kesempatan untuk melakukan penambangan.
“Saya kira itu cukup bagus, terjadi sinergitas antara investor dan masyarakat serta pengusaha lokal disana. Malah mereka akan lebih bertanggung jawab terhadap keamanan investasi terus kemudian mereka akan terjaga disana. Saya kira itu perlu dipahami oleh pemerintah provinsi agar ini bisa mengomunikasikan dengan pemilik IUP disana agar segera terselesaikan,” tegas politisi Partai Gerindra itu. CAL
Komentar