Gubernur Sulteng: Penyusunan RTRW Perhatikan Zona Rawan Bencana

-Utama-
oleh

PALU– Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Rusdy Mastura menyatakan penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di wilayahnya memperhatikan kerentanan daerah itu terhadap bencana dan zona rawan bencana, khususnya gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi.

“RTRW telah disesuaikan dengan pembangunan yang memperhatikan mitigasi bencana,” katanya dihubungi dari Palu, Senin (12/12/2022), terkait dengan rapat koordinasi lintas sektor dalam rangka pembahasan rancangan peraturan daerah tentang RTRW Provinsi Sulawesi Tengah.

Dia mengatakan, penyusunan RTRW Provinsi Sulawesi Tengah secara teknis dibantu Kementerian ATR/BPN sebagai bentuk rekonstruksi dan rekonsiliasi pascagempa bumi, tsunami dan likuifaksi pada 28 September 2018.

“Sehingga penyusunan RTRW Provinsi Sulawesi Tengah juga telah mengintegrasikan rencana zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil,” katanya.

Dia mengatakan, RTRW memperhatikan aspek kebencanaan dan mitigasi serta memastikan keamanan bagi investor yang mau menanamkan modal di daerah ini.

Gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi yang menimpa Kota Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong pada 2018 berdampak pada penurunan iklim investasi di Sulteng.

“Jika tidak ada ketahanan yang diikutkan dengan mitigasi bencana, maka akan menghambat investasi yang masuk di Provinsi Sulawesi Tengah,” katanya.

Dia menjelaskan, dengan adanya RTRW yang telah disesuaikan dengan pembangunan mitigasi bencana, hal itu dapat membuka kembali peluang investasi di Sulteng.

“Oleh karena itu RTRW menjadi satu jaminan adanya mitigasi bencana, informasi yang cukup jelas wilayah yang masuk zona merah kawasan rawan bencana,” ungkapnya.

Pemerintah Provinsi Sulteng dalam membangun daerah itu tidak hanya mengunggulkan potensi sumber daya alam, tetapi juga memperhatikan lingkungan yang berkelanjutan dengan berbasis mitigasi bencana.

“Maka tujuan penataan ruang yang tercantum dalam RTRW Provinsi Sulawesi Tengah yakni mewujudkan pembangunan wilayah yang bertumpu pada sektor pertanian, sumber daya wilayah pesisir dan kelautan, industri, pertahanan keamanan serta pariwisata yang produktif dan berkelanjutan secara sosial, ekonomi dan lingkungan berbasis mitigasi bencana,” ujarnya.

Sementara itu, Sony Tanra selaku Ketua Komisi III DPRD Sulteng yang ikut hadir dalam rakor menyampaikan Perda RTRW ini perlu disinkronisasikan.

Karena menurutnya di beberapa desa di Sulteng dengan masuknya HGU itu di desa, rumah kebun dan sawah masyarakat ikut juga masuk dalam HGU.

“Dan HGU itu ketika dijaminkan ke bank, maka secara tidak langsung aset rumah dan kebun masyarakat ikut dijaminkan ke bank,” katanya.

Dia menambahkan, sekarang ini ada program pemerintah tentang sertifikasi tanah. Mereka tidak bisa mengurus sertifikasi tersebut karena tumpang tindih dengan HGU.

Akhirnya mereka tidak mendapatkan akses pemodalan karena tidak mempunyai sertifikat ini secara tidak langsung memiskinkan mereka, padahal ada potensi masyarakat akhirnya tidak bisa dikembangkan.

Dia menyebutkan, beberapa wilayah seperti di Kabupaten Poso, Morowali Utara dan Buol ada kebun desa masuk dalam hutan lindung.

“Jika memang dulu masyarakat masuk karena pemerintah lalai menjaga, maka perlu cari solusi. Memang sekarang ada perhutanan sosial, tapi ini terbatas, sebab hak kepemilikan itu hilang,” tuturnya.

Dia menuturkan, daerah transmigrasi yang tadinya sudah menjadi lahan usaha dan sudah mempunyai sertifikat tiba-tiba masuk dalam hutan lindung ini. “Saya berharap adanya masalah seperti ini dengan adanya perubahan RTRW ini kedepan tidak terjadi lagi hal-hal seperti di atas,” katanya. ARA/CAL

Komentar