Bripka Hendra Divonis Bebas, Walhi Sulteng Nilai PN Parimo Lukai Rasa Keadilan

-Utama-
oleh

PALU– Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah (Sulteng) mengecam putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Parigi Moutong membebaskan terdakwa Bripka Hendra yang diduga kuat melakukan penembakan hingga menyebabkan hilangnya nyawa Erfaldi, seorang pemuda asal Desa Tada, Kecamatan Tinombo Selatan, dalam aksi menolak tambang emas milik PT Trio Kencana pada 12 Februari 2022.

Kepala Departemen Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng, Aulia Hakim menilai, putusan tersebut hanya menambah daftar panjang rendahnya hukuman bagi pelaku pelanggaran HAM sekaligus juga melukai rasa keadilan bagi keluarga korban dan masyarakat.

Menurutnya, putusan tersebut sangat mencerminkan bahwa institusi pengadilan hanya menjadi alat merawat dan melanggengkan impunitas terhadap para aparat keamanan yang melakukan tindakan semena-mena di luar aturan dengan mengatasnamakan penegakan hukum.

“Negara telah memperlihatkan watak aslinya dalam menegakkan keadilan, tidak ada keberpihakan negara terhadap warga yang mempertahankan hak atas lingkungan hidup, hak asasi manusia, dan hak untuk berekspresi, dan itu terbukti pada kasus penembakan Erfaldi ini,” kata Aulia dalam rilisnya yang diterima jurnalis, Ahad (5/3/2023).

Seperti diketahui almarhum Erfaldi tewas tertembak dengan kondisi mengalami luka di bagian punggung kanan pada 12 Februari 2022. Korban lalu dilarikan ke puskemas setempat, namun nyawanya tidak tertolong.

Dari hasil uji balistik terhadap senjata api jenis Mek HS-9 serta satu ptoyektil yang ditemukan pada jaket Erfaldi, pada 2 Maret 2022 di Laboratorskriminalistik, senjata api dan proyektil tersebut benar merupakan milik Bripka Hendra.

Atas dasar hasil uji balistik di waktu yang bersamaan juga Kapolda Sulteng mengumumkan bahwa Bripka Hendra  sebagai tersangka atas tewasnya Erfaldi.

“Kami menyayangkan putusan majelis hakim yang membebaskan Bripka Hendra. Harusnya majelis hakim dalam putusannya harusnya out of the box (melihat dari sisi yang keluar dari kebiasaan-kebiasaan). Pasalnya tindakan Bripka Hendra ini bertentangan dengan aturan pengendalian massa sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 16 Tahun 2006 Pasal 7 Ayat (1) huruf d yang jelas menyebutkan larangan untuk membawa senjata tajam dan peluru tajam dalam melakukan pengendalian unjuk rasa,” ujarnya.

Hal ini juga tentu sangat bertolak belakang dengan hukum HAM internasional dan konstitusi Indonesia, mengingat pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan merupakan pelanggaran hak hidup, hak fundamental, seperti yang tertuang dalam hukum HAM International.

Pasal 6 Kovenan International tentang hak-hak sipil dan politik (ICCPR) telah menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dan tidak boleh ada seorangpun yang boleh dirampas hak hidupnya.

Belum lagi ini tentu bertentangan dengan pedoman pasal 28H ayat (1) UUD 1945, dan UU 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, sebagaimna yang dilakukan Erfaldi dalam mempertahankan hak atas lingkungan hidup yang baik.

Oleh karena itu Walhi Sulteng menilai, dengan adanya putusan tersebut mencerminkan minimnya penghukuman berat terhadap para aparat keamanan yang jelas akan berdampak pada proses peradilan terhadap pelaku penembakan.

Walhi juga menilai, majelis hakim PN Parimo telah menambah catatan buruk bagi peradilan Indonesia yang memberikan ruang keringanan bagi aparat kepolisian dalam melakukan tindak kejahatan. LAH

Komentar