RUSIA– Pemilihan umum presiden (pilpres) Rusia dimulai Jumat (15/3/2024) hingga 17 Maret. Warga akan memutuskan siapa yang akan menjadi pemimpin Rusia ke depan.
Namun sejumlah media Barat meramal petahana saat ini, Presiden Vladimir Putin, akan kembali terpilih menjadi presiden. Putin akan kembali berkuasa sepanjang dekade hingga setidaknya tahun 2030-an.
Ini bukan tanpa sebab. Melansir CNN International, dominasi Putin atas sistem pemilu Rusia semakin menguat seiring semakin dekatnya pemilu.
Saingan terberatnya Alexei Navalny, yang meninggal di penjara bulan lalu, juga telah dilarang mencalonkan diri. Ini juga berlaku ke sosok anti perang, Boris Nadezhdin.
Diketahui, pemungutan suara sebenarnya telah dilakukan di beberapa wilayah luar negeri, kalangan ekspatriat Rusia di seluruh dunia. Bukan cuma wilayah Rusia, pemungutan suara juga akan dilakukan di wilayah Ukraina yang dianeksasi sejak September 2022 lalu.
Sama seperti RI, akan ada putaran kedua- dalam tiga minggu- jika setelah akhir pekan ini tak ada kandidat yang memperoleh 50% lebih suara. Pemilu legislatif, untuk pembentukan Duma (DPR Rusia), baru akan dijadwalkan 2026.
Mengapa Putin Bisa Jadi Presiden Seumur Hidup Rusia?
Hal ini terkait perubahan UU pada tahun 2021. Ini memungkinkan Putin mencalonkan diri untuk dua masa jabatan presiden lagi dan berpotensi memperpanjang masa jabatannya hingga tahun 2036.
Kala itu referendum dibuat di 2020 yang mengatur ulang batasan masa jabatan presiden. Dari semula hanya dua periode menjadi lebih.
Upaya itu juga menjadi kelanjutan dari upaya sebelumnya yang juga dilakukan Putin, saat meng-amademen konstitusi negara itu di 2008 tentang perpanjangan masa jabatan presiden. Awalnya presiden hanya berkuasa di satu periode pemerintahan selama empat tahun tetapi kini enam tahun.
“Dia pada dasarnya telah menjadi kepala negara sepanjang abad ke-21, menulis ulang peraturan dan konvensi sistem politik Rusia untuk memperluas dan memperluas kekuasaannya,” muat analisis CNN International.
“Hal ini menjadikannya penguasa terlama di Rusia sejak diktator Soviet Joseph Stalin,” tambahnya.
Putin Populer di Kalangan Warga?
Jejak pendapat sangat sedikit di Rusia. Namun, sebuah organisasi jajak pendapat non-pemerintah Levada Center sempat melaporkan tingkat dukungan terhadap Putin lebih dari 80%.
Peningkatan substansial suara terjadi akibat perang Rusia ke Ukraina. Perang tersebut memberikan pesan nasionalis, membuat Putin untung menggalang dukungan rakyat Rusia.
“Meningkatkan citranya, dan bahkan ketika kampanye Rusia gagal pada tahun 2023, perang tersebut tetap mendapat dukungan luas,” muat laman itu lagi.
Levada Center menegaskan mungkin peningkatan inflasi dan kenaikan harga panganberdampak jangka panjang pada suasana hati masyarakat Rusia. Apalagi proporsi warga yang mengurangi pengeluarannya semakin meningkat.
“Namun bukan berarti warga Rusia berharap pemilu ini akan mengubah arah negaranya. Putin mendapat banyak manfaat dari sikap apatis,” muat lembaga itu.
“Kebanyakan orang Rusia belum pernah menyaksikan transfer kekuasaan secara demokratis antara partai-partai politik yang bersaing secara tradisional,” jelasnya lagi.
Menurut mantan penulis pidato Putin Abbas Gallyamov sebenarnya ketidakpuasan terhadap presiden meningkat di Rusia. Namun, ia mengatakan, Putin telah berupaya menghilangkan para pemimpin oposisi dari masyarakat untuk setidaknya memastikan ketidakpuasan tersebut tetap “tidak terstruktur”.
“Tidak terorganisir dan tanpa pemimpin menjelang pemilu mendatang,” katanya.
Calon Lain?
Sebenarnya ada tiga calon lain yang juga maju di pilpres. Mereka adalah Nikolay Kharitonov dari Partai Komunis, Leonid Slutsky dari Partai Demokrat Liberal Rusia dan Vladislav Davankov yang kini menjabat Wakil Ketua Duma Rusia.
Kharitonov sendiri diyakini sulit menang. Pasalnya suaranya tak bergerak dari 1/5 suara Putin. Slutsky dan Davabkov sendiri dianggap pro Kremlin.
“Masing-masing kandidat saling menyandingkan ideologi dan kebijakan dalam negeri, namun secara kolektif mereka mendukung tujuan Putin untuk memperketat cengkeramannya terhadap Rusia selama masa jabatan presiden berikutnya,” tulis Callum Fraser dari wadah pemikir Royal United Services Institute (RUSI).
(sumber: cnbcindonesia.com)
Komentar