GAZA– Hamas menuduh Israel melakukan beberapa pelanggaran perjanjian gencatan senjata pada hari Jumat (7/2/2025).
Pernyataan itu muncul sehari sebelum jadwal pertukaran tiga sandera Israel dengan tahanan Palestina dalam tahap terakhir dari kesepakatan rapuh yang bertujuan mengakhiri perang di Gaza, Reuters melaporkan.
Selain menunda masuknya ratusan truk yang membawa makanan dan perlengkapan kemanusiaan lainnya, Hamas mengatakan Israel hanya mengizinkan masuk sebagian kecil tenda dan rumah mobil yang dibutuhkan untuk menyediakan tempat berlindung bagi orang-orang yang kembali ke rumah mereka yang dibom.
“Hampir tiga pekan setelah dimulainya gencatan senjata, situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza terus memburuk secara berbahaya,” tegas Hamas.
Pernyataan tersebut, yang dikeluarkan saat kelompok tersebut dijadwalkan mengumumkan identitas ketiga sandera yang akan dibebaskan pada hari Sabtu, menggarisbawahi rapuhnya kesepakatan yang dicapai bulan lalu dengan mediator Mesir dan Qatar dan didukung Amerika Serikat.
Pengumuman nama-nama tersebut ditunda pada hari Jumat menyusul tuduhan Hamas, tetapi tidak segera jelas apakah penundaan tersebut akan menunda pertukaran yang dijadwalkan pada hari Sabtu.
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan pada hari Selasa bahwa dia ingin memindahkan penduduk Gaza ke negara ketiga seperti Mesir atau Yordania dan menempatkan daerah kantong pantai di bawah kendali AS untuk dikembangkan menjadi “Riviera Timur Tengah”.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendukung visi Trump untuk Gaza sebagai rencana yang “luar biasa”, tetapi rencana tersebut langsung ditolak negara-negara Arab, kelompok-kelompok Palestina termasuk Hamas dan Otoritas Palestina, dan banyak warga Gaza, yang mengatakan mereka akan membangun kembali rumah dan restoran mereka sendiri.
Namun, para pemimpin Israel telah mengulangi pernyataan bahwa warga Gaza yang ingin pergi harus dapat pergi dan Menteri Pertahanan, Israel Katz, memerintahkan tentara pada hari Kamis untuk menyiapkan rencana guna memungkinkan keberangkatan penduduk Gaza yang ingin pergi.
Sejauh ini, 13 sandera Israel dari 33 anak-anak, wanita, dan pria lanjut usia yang akan dibebaskan pada tahap pertama perjanjian selama 42 hari telah pulang dan ratusan tahanan Palestina telah dibebaskan sebagai gantinya. Lima sandera Thailand juga telah dipulangkan.
Pekerjaan pada tahap kedua perjanjian multi-tahap, yang bertujuan mengamankan pembebasan sekitar 60 sandera pria dan penarikan pasukan Israel dari Gaza, telah dimulai dan tim negosiasi Israel diperkirakan akan terbang pada hari Sabtu ke Doha, media Israel melaporkan pada Jumat.
Namun tuduhan yang dilontarkan Hamas terhadap Israel menunjukkan betapa sedikitnya kepercayaan antara kedua belah pihak setelah lebih dari 15 bulan episode paling berdarah dalam konflik yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
Militer Israel mengatakan, pada Jumat, bahwa para komandan sedang melakukan penilaian situasional menjelang tahap berikutnya dari perjanjian yang saat ini sedang dibahas, dengan pasukan dikerahkan di berbagai titik di sekitar Jalur Gaza.
Manipulasi yang Jelas
Hamas mengatakan hanya 8.500 truk dari 12.000 truk yang seharusnya tiba sejauh ini telah memasuki Jalur Gaza, sebagian besar berisi makanan dan barang-barang sekunder termasuk keripik dan cokelat, bukan kebutuhan mendesak lainnya.
“Ini menunjukkan manipulasi yang jelas terhadap prioritas bantuan dan tempat berlindung,” ungkap Hamas.
“Selain itu, hanya 10% dari 200.000 tenda dan 60.000 karavan yang dibutuhkan untuk menyediakan tempat berlindung telah tiba, meninggalkan ratusan ribu orang dalam cuaca musim dingin yang keras,” papar Hamas.
Terakhir, alat berat yang dibutuhkan untuk membersihkan jutaan ton puing dan mengevakuasi ribuan jenazah yang diperkirakan terkubur belum tiba. Israel telah menolak tuduhan mereka menunda-nunda mengizinkan masuknya pasokan bantuan sebagai “klaim yang sama sekali tidak berdasar” dan mengatakan telah mengizinkan masuknya ribuan truk, termasuk tenda dan tempat berlindung.
Namun, ratusan ribu orang terjebak di tenda-tenda dan tempat berlindung darurat lainnya yang sudah usang karena digunakan selama berbulan-bulan saat pertempuran berkecamuk tahun lalu.
Sejauh ini, meskipun kedua belah pihak menuduh adanya pelanggaran gencatan senjata, gencatan senjata tetap berlaku, sehingga masih ada jalan mengakhiri perang dan membangun kembali Gaza yang kini telah hancur.
Orang-orang bersenjata yang dipimpin Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang dalam jumlah korban jiwa terbesar dalam satu hari sejak berdirinya negara Israel pada tahun 1948.
Namun, sejak saat itu, Haaretz mengungkapkan helikopter dan tank tentara Israel telah menewaskan banyak dari 1.139 tentara dan warga sipil yang diklaim Israel telah dibunuh Perlawanan Palestina.
Israel melancarkan genosida yang menewaskan lebih dari 47.000 warga Palestina, menurut otoritas kesehatan Gaza dan menghancurkan daerah kantong tersebut.
(sumber: sindonews.com)
Komentar