SultengTerkini.Com, PALU– Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) pada tahun 2019 ini berencana membangun dua tanggul yakni tanggul biasa sebagai pencegah abrasi dan tanggul tsunami di sepanjang Teluk Palu.
Rencana pembangunan tersebut lantaran tanggul yang berada di sepanjang Teluk Palu sebagian besar jebol dan rusak parah akibat gempa magnitudo 7,4 pada 28 September 2018.
“Iya masih dalam proses desain di pusat,” tutur Syaifullah Djafar kepada SultengTerkini.Com usai dikukuhkan kembali menjadi Kepala Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang Sulteng oleh Gubernur Longki Djanggola di Palu, belum lama ini.
Ia mengatakan, untuk lokasi tanggul pencegah abrasi yang akan dibangun itu mulai dari swisbell hingga ke lokasi pegaraman Talise sepanjang tujuh kilometer.
Setelah desain selesai katanya, tanggul itupun segera akan dimulai pembangunannya.
Namun menurut Syaifullah, tanggul yang akan dibangun di sepanjang pantai Teluk Palu itu ada dua dan dibangun dalam waktu yang tidak bersamaan, yakni tanggul biasa untuk mencegah gerusan atau abrasi. Setelah itu tuntas, baru kemudian dibangun lagi tanggul tsunami.
Syaifullah mengatakan, pemerintah telah menetapkan peta zona rawan bencana di Kota Palu dengan simbol warna merah yang paling tinggi.
Salah satu zona merah itu adalah kawasan pantai Teluk Palu yang diukur sepanjang 200 meter dari permukaan air tertinggi.
Namun jika telah dibangun tanggul tsunami, maka zona merah itu bisa kecil dan berubah warnanya.
“Ini yang sementara kita desain. Untuk panjang tanggul tsunami yang akan dibangun masih menunggu keputusan dari pusat,” katanya.
Ia menambahkan, jika dilihat konsep desain awal dari rencana pembangunan tanggul tsunami itu tidak kelihatan tanggul mati, bisa berbentuk vegetasi.
“Jadi tanggul itu tidak misalnya terlihat beton kayak tembok Cina. Jadi seolah-olah tidak terlihat ada tanggul disitu,” katanya.
Begitupun dengan daerah likuefaksi di Petobo dan Balaroa, potensinya itu terjadi karena permukaan air tanah yang tinggi.
Tetapi menurutnya, jika bisa diturunkan permukaaan air tanahnya, maka zona merah yang tadinya besar itu, juga bisa diperkecil.
Potensi longsor di Sigi yang juga banyak zona merahnya bisa berubah dan diperkecil dengan misalnya membangun sabo dam atau pengamanan longsoran dan lain-lain.
“Itu semua nanti kita masukkan dalam rencana detil tata ruang,” katanya. CAL
Komentar