SultengTerkini.Com, PALU– Memperingati Hari Disabilitas Internasional bertujuan untuk mengingatkan kembali bahwa penyandang disabilitas mempunyai hak dan kewajiban sama dengan masyarakat berfisik lengkap dan sempurna.
Olehnya itu penyandang disabilitas juga berhak mendapat kesetaraan perhatian dan respek tanpa membeda-bedakan latar belakang, suku, agama dan ras.
Selain itu juga yang paling pokok mereka butuh pengakuan dan kesempatan untuk menunjukkan kualitas dan kapasitas diri mereka yang sebenarnya.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Sulawesi Tengah Longki Djanggola dalam sambutannya yang dibacakan Staf Ahli Bidang Pemerintahan, Hukum dan Politik Siti Norma Marjanu pada acara Lokakarya Tematik Disabilitas Internasional Tingkat Provinsi Sulteng tahun 2019 bertempat di sebuah hotel Jalan Domba, Senin (4/2/2019).
Hal ini karena penyandang disabilitas bukan orang-orang mengharap dikasihani, akan tetapi mereka juga punya kemampuan melakukan sesuatu dengan cara mereka sendiri yang unik dan sudah pasti berbeda dari kebanyakan orang.
“Sehingga disitulah mengapa kita mesti respek memberi kesempatan, kepercayaan dan semangat pada mereka bahwa apapun kondisinya harus tetap bersyukur, tetap positif thinking, tidak minder dan yakin bahwa dibalik suatu kekurangan atau keterbatasan pasti ada kelebihan dan potensi yang disisipkan Tuhan untuk digali dan dipoles sampai maksimal,” katanya.
Apalagi pasca bencana, kata Norma Mardjanu, tidak sedikit warga selamat maupun luka-luka kini harus mengalami disabilitas, sehingga dengan situasi ini perlu jadi perhatian para stakeholder untuk bersedia duduk bersama dan memikirkan langkah-langkah seperti apa yang harus didesain untuk merealisasi aspirasi dan keinginan para penyandang disabilitas supaya mereka bisa tegar menjalani hidup dengan semangat.
Ia mengatakan, penyandang disabilitas harus memiliki bekal keterampilan dan tidak merasa bergantung dengan orang lain.
Perasaan frustasi dan putus asa yang justru bisa menghambat kemajuan dan pengembangan potensi diri mereka.
“Olehnya melalui lokakarya tematik ini saya harap bisa menjadi pondasi untuk dapat menyelaraskan pemahaman dan melahirkan komitmen kerja dalam rangka memastikan tercapainya inklusivitas dan kesetaraan hak kewajiban bagi para penyandang disabilitas dalam rangka membangun Sulawesi Tengah yang maju, mandiri dan berdaya saing,” pungkasnya.
Sementara itu Manager Responsive Yakum, Anastasya Melinda mengatakan, yayasan miliknya bekerja dengan prinsip kemanusiaan.
Menurutnya, pasca gempa, tsunami dan likuefaksi di Sulteng pihaknya segera merespon dalam tanggap darurat dengan pendekatan inklusif.
Adapun kegiatan yang saat ini dilakukan adalah melakukan survei desain hunian sementara, terutama bagi penyandang difabel dan lansia. CAL
Komentar