Khatib Unismuh Palu: Jauhi Penyakit Cinta Dunia dan Takut Mati!

RIBUAN jamaah Salat Idul Fitri di Lapangan Kampus Universitas Muhammadiyah, Jalan Hang Tuah Kota Palu, Sulawesi Tengah, Ahad (25/6/2017). FOTO: ICHAL

SultengTerkini.Com, PALU– Selama kurang lebih setahun belakangan ini umat Islam dihadapkan pada pelbagai peristiwa besar yang melanda bangsa ini, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain di muka bumi ini.

Mulai dari peristiwa penistaan agama oleh Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta, kemudian genosida yang dikampanyekan oleh umat Budha terhadap saudara-saudara seiman di Rohingya Burma, agresi para kaum zionis terhadap umat muslim di Jalur Gaza dan West Bank sampai pada peluncuran chemichal weapon (senjata kimia) oleh Bassar Asad dan sekutu kepada umat muslim Sunni di Suriah.

“Mengapa semua peristiwa-peristiwa ini terus dan terus terjadi dan menimpa kita umat muslim yang notabene adalah umat yang Allah SWT cintai? Apakah Dia yang Maha Kuat, yang Maha Mampu atas segala sesuatu sudah tidak lagi mempedulikan umat muslim ini? Apakah Allah sudah enggan memberikan bantuannya kepada saudara-saudara kita yang berada Rohingya, di Palestina, Suriah dan belahan bumi lainnya? Sungguh, demi yang nyawa kita semua berada di tangannya, semua pernyataan dan pertanyaan tersebut tidaklah benar, Allah justru sedang ingin menguji kita,” kata Khatib Ustaz Gazali dalam khotbahnya di hadapan ribuan jamaah Salat Idul Fitri di Lapangan Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Palu, Jalan Hang Tuah, Ahad (25/6/2017).

Ustaz Gazali mengatakan, apa yang sudah dilakukan? Dimana ghirah beragama yang didengung-dengungkan oleh Buya Hamka? Ghirah yang selama bertahun-tahun ini dielu-elukan dalam berorganisasi? Apakah ghirah tersebut hanya berhenti pada garis-garis organisatoris dan surat mandat saja?

Lupakah kita pada sejarah keemasan Dinasti Abbasiyah, ketika Abu Ishak al-Mu’tashim bin Harun menjabat khalifah, sebagaimana yang termuat dalam kitab al-Kamil fit Taarikh.

Sebuah peristiwa sejarah telah tercatat, tepat pada tahun 223 Hijriah yang bertepatan dengan tahun 837 Masehi, sang khaifah datang menyahuti panggilan seorang budak wanita muslimah dari Bani Hasyim yang dilecehkan oleh tentara Romawi yang  mengaitkan ujung kainnya pada sebuah paku saat sedang berbelanja di pasar, dan oleh perbuatan itu, maka sebagian aurat budak wanita tersebut tersingkap dan nampak oleh orang-orang di sekitarnya.

Maka spontan budak wanita tersebut berteriak sekencang-kencangnya, “Dimana engkau wahai Mu’tashim?”.

Akhirnya, berita ini sampai ke telinga khalifah, maka beliaupun menurunkan ratusan ribu pasukannya untuk menyerbu kota Ammuriah (Turki).

Bahkan diriwayatkan, bahwa barisan pasukan tersebut sangatlah panjang, kepala barisan pasukan tak nampak dari istana khalifah, padahal ujung ekor barisan pasukan masih belum keluar dari istana di Baghdad.

Pada bulan April 833 Masehi bergeraklah pasukan dari Bagdad menuju Ammuriah Turki.

Kota Ammuriah dikepung oleh tentara muslim selama kurang lebih lima bulan hingga akhirnya takluk di tangan al-Mu’tashim pada 13 Agustus 833 Masehi.

Sebanyak 30.000 lebih prajurit Romawi terbunuh, dan 30.000 lebih lainnya ditawan.

Pembebasan seorang budak wanita muslimah sekaligus menjadi pembebasan Ammuriah dari tentara Romawi.

Kemudian khalifah memanggil sang pelapor untuk ditunjukan dimana tempat tinggal wanita tersebut. Setelah bertemu dengan budak wanita tersebut khalifah berkata; wahai saudariku, apakah pelayanmu ini telah memenuhi panggilanmu?.

Dan budak wanita tersebut akhirnya dimerdekakan dan tentara romawi yang melecehkannya dijadikan budak bagi wanita tersebut.

“Subhanallah… lihatlah!!,” kata Ustaz Gazali.

Hanya seorang budak wanita yang dilecehkan oleh kafir Romawi kemudian menuntut sang pemimpin, presiden, khalifah untuk membantunya, sang khalifah Abu Ishak al-Mu’tashim terbakar ghiroh beragamanya hingga kemudian meruntuhkan rezim zalim kafir Romawi di Ammuriah.

Dan mari lihat lagi, baru-baru ini di sebuah masjid di Dar’a yang dijadikan ummahat para janda-janda syuhada muslim Suriah bernaung beserta anak-anak kecil mereka yang sedang ingin menghafal Al Quran diledakkan oleh rezim bengis nan zalim Bassar Assad dan sekutu laknatullah ‘alaihim menggunakan bom hingga tak satupun nyawa tersisa.

“Kemana kita di saat itu? Kemana ummat muslim Kota Palu? Bukankah ribuan umat muslim yang disiksa, dianiaya, dibunuh di Palestina, Rohingya dan Suriah adalah saudara-saudara kalian? Apa semua terlalu nyaman dengan urusan dan kepentingan masing-masing? Tidakkah kalian takut kelak Allah akan mempertanyakan itu semua?,” tuturnya.

Ketika raga tak sanggup bertemu mereka, materipun tak kunjung didonasikan, lantas qunut pun tak kalian ucapkan, apa yang akan kita pertanggungjawabkan di hadapan Allah ketika Dia bertanya; bagian dari hak mana yang sudah kita berikan kepada saudara-saudara kita di Suriah? Di Rohingya? Di Palestina?.

Semoga kita terhindar dari orang-orang yang Nabi sebutkan dalam hadisnya dari Tsaubah radiallahu anhu berikut:

“telah berkumpul umat-umat untuk menghadapi kalian, sebagaimana orang-orang yang makan berkumpul menghadapi piringnya. Sahabat berkata: apakah saat itu jumlah kita sedikit ya Rasulullah? Beliau menjawab, tidak!. Pada saat itu jumlah kalian sangat banyak, tetapi kalian seperti buih di lautan, dan Allah menghilangkan rasa takut di dada musuh kalian dan Allah menimpakan penyakit Wahn ke dalam hati kalian. Kemudian sahabat berkata; apakah penyakit Wahn itu ya Rasulullah? Beliau menjawab; cinta dunia dan benci akan mati. (HR. Abu Daud 4297. Disahihkan oleh al-Albani dalam as-Shahihah).

“Penyakit cinta dunia dan takut mati inilah yang paling menggelapkan mata kita akan hakekat kehidupan akhirat yang abadi. Ketika kita mulai senang melihat kemegahan dunia,” ujarnya.

Ketika kita senang mengumpul-ngumpulkan harta, ketika pendapatan orang lain menjadi derita bagi kita, ketika mobil, rumah dan anak kita menjadi penghalang bagi kita untuk beribadah kepada Allah, ketika kita mulai senang menunda-nunda beribadah kepadanya, ketika panggilan atasan lebih menakutkan bagi kita ketimbang panggilan azan, ketika dalam beribadah kita masih saja memikirkan tentang urusan dunia kita, memikirkan gaji kita, memikirkan posisi kita, jabatan kita, amankah kursi panas kita, ketika hak orang lain mulai kita gerogoti demi memperbanyak jatah pendapatan kita, ketika mati menjadi momok dan hal yang paling kita benci dan larikan, maka saat itulah penyakit wahn telah menjangkit dalam hati kita. “Ketahuilah! Bahwa orang yang benci akan kematian, sungguh Allah benci bertemu dengannya,” tegas Ustaz Gazali.

Menutup khutbahnya, Ustaz Gazali mengajak dan berwasiat kepada dirinya sendiri dan jamaah sekalian, marilah kita benar-benar bertakwa kepada Allah Jalla Jalaluhu dengan sebenar-benarnya takwa.

Takwa dalam arti mengikuti apa-apa yang diperintahkan-Nya dan diisyaratkan-Nya melalui Rasul-Nya Muhammad SAW dan menjauhi segala larangan-Nya.

“Mari kita bersama-sama jadikan momen ini, hari besar ini sebagai turning point untuk mulai kembali meningkatkan kepekaan sosial setinggi-tingginya dan menjalin ukhuwah islamiyah sekokoh-kokohnya, karena inilah dasar paling pokok dalam mengencangkan hablumminannas sebagai poin dalam menjalani kehidupan ber-Islam di bumi ini atas nama khalifatan fil ardh,” katanya.

Pelaksanaan Salat Idul Fitri yang diikuti ribuan jamaah itu berlangsung khidmat, aman dan lancar dengan mendapat pengamanan dari sejumlah aparat kepolisian. CAL

 

Komentar