JAKARTA– Serangan Israel ke Gaza, Palestina, menarik simpati banyak pihak di dunia. Sebagian besar mengecam langkah Israel yang tanpa pandang bulu menyerbu Gaza dengan dalih memusnahkan milisi Hamas namun menewaskan banyak warga sipil dan menimbulkan kerusakan total di wilayah itu.
Data dari Proyek Data Lokasi & Peristiwa Konflik Bersenjata (ACLED) yang meliput demonstrasi antara 7 dan 27 Oktober, mencatat ada 3.761 aksi demo pasca serangan ini di seluruh dunia. Sekitar 95% aksi berjalan damai, namun sekitar 5% berubah menjadi kekerasan atau dibubarkan oleh polisi atau badan keamanan lainnya.
“Mayoritas demonstrasi, sekitar 86%, bersifat pro-Palestina, sementara sebagian kecil lainnya bersifat netral, menyerukan perdamaian dan gencatan senjata tanpa mengambil sikap pro-Israel atau pro-Palestina secara eksplisit,” ujar lembaga itu dikutip Reuters, Selasa (14/11/2023).
Jumlah demonstrasi terbesar yang tercatat secara global terjadi setelah ledakan kontroversial di Rumah Sakit Al-Ahli al-Arabi di Kota Gaza pada 17 Oktober. Hamas menuding ini merupakan aksi Israel, sementara Tel Aviv menyalahkan insiden ini pada kelompok Jihad Islam.
Meskipun protes di kota-kota seperti London, Berlin dan Washington mendapat perhatian media terbesar di negara-negara Barat, sebagian besar demonstrasi yang dicatat oleh ACLED terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Wilayah ini mayoritas penduduknya beragama Islam dan bersikap pro-Palestina.
Bila dipandang dari segi regional, kota-kota besar di Eropa seringkali diguncang oleh protes termasuk protes balasan antara demonstran pro-Palestina dan pro-Israel. Beberapa di antaranya berubah menjadi kekerasan.
Di Berlin, ACLED melaporkan ratusan demonstran ditangkap dalam beberapa protes selama bulan Oktober. Ini ketika pengunjuk rasa pro-Palestina bentrok dengan polisi.
Di pusat kota Paris, ribuan orang melakukan unjuk rasa pada tanggal 4 November untuk menyerukan gencatan senjata dengan plakat bertuliskan “Hentikan siklus kekerasan” dan “Tidak melakukan apa pun adalah sebuah pembiaran”. Pihak berwenang Prancis sebelumnya telah melarang beberapa pertemuan pro-Palestina karena kekhawatiran akan gangguan publik.
Lebih dari 300.000 demonstran pro-Palestina berpawai melalui pusat kota London Sabtu lalu. Polisi menangkap lebih dari 120 orang ketika mereka berusaha menghentikan pengunjuk rasa sayap kanan untuk menyergap demonstrasi utama.
Di Amerika Serikat (AS), pawai pro-Palestina di Washington menjadi yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Di universitas-universitas, kelompok mahasiswa yang berduel saling berhadapan dalam ketegangan, dan ada laporan pelecehan dan penyerangan terhadap mahasiswa pro-Israel dan pro-Palestina.
“AS adalah tempat terjadinya demonstrasi tandingan dalam jumlah tertinggi yang melibatkan pengunjuk rasa pro-Israel dan pro-Palestina,” tambah lembaga itu.
(sumber: cnbcindonesia.com)
Komentar