Mengintip Kehidupan Ayam Kampus di Semarang: Tarifnya Rp1 Juta untuk Biaya Kuliah dan Gaya Hidup

Ilustrasi-PSK-net
ILUSTRASI

SultengTerkini.Com, SEMARANG– Sebut saja namanya Kenanga. Tinggi badannya memang tak menjulang, tapi perawakannya sintal padat berisi. Wajahnya teduh, tak menyiratkan aura binal. Berpakaian rapi, bersepatu, seperti layaknya pekerja kantoran.‎

Siapa nyana, mahasiswa semester empat sebuah kampus swasta di Semarang itu bisa menjadi partner ‎merengguk birahi.

Selain menimba ilmu, ia juga melayani jasa melepas syahwat para pria kesepian. Tentu dengan imbalan sejumlah rupiah yang nominalnya telah disepakati.

Sudah lebih dari setahun Kenanga menjalani profesi ganda: mahasiswi sekaligus praktik plus-plus berbayar.

Mulanya, ia hanya ‘nyambi’ menjadi pemandu lagu freelance.

Seiring dengan berjalannya waktu, ia pun mengambil peran lebih dalam.

Gadis asal eks Karisidenan Banyumas itu berbagi cerita kepada Tribun Jateng.

Sembari menyeruput jus buah, ia mengaku semua itu rela dia lakukan untuk menopang biaya kehidupan sehari-hari, dan biaya kuliah selama ini.

“Saya kuliah biaya sendiri, dapat duit dari orangtua saat pertama saja, untuk daftar dan biaya hidup awal-awal di Semarang. Setelah itu, saya ingin sepenuhnya mandiri, ‎tak mau membebani orangtua,” katanya, baru-baru ini.

Kenanga menuturkan, setelah uang pemberian orangtua, sisa pendaftaran kuliah itu ludes, ia pun mencoba peruntungan dengan menjadi pemandu lagu freelance, dengan tarif Rp 100 ribu/jam.

Pilihan itu bukan tanpa alasan, sedari duduk di bangku SMP, ia memang hobi nyanyi.

“Karena saya hobi nyanyi, pilihan menjadi pemandu lagu menjadi logis,” ujarnya.‎‎

Kala itu, mami, sebutan koordinator pemandu lagu di tempat karaoke di mana ia sering menemani tamu, menawarkan kepadanya agar sekalian bisa menemani tamu di kamar hotel.

“Mami bilang, kalau kerja sekalian totalitas. Tapi saat itu saya tolak mentah-mentah. Semula memang sama sekali tak ada keinginan terjun ke dunia seperti ini,” ucap gadis berambut lurus itu.

Selain penawaran dari mami, Kenanga pun sering menerima ajakan ‘ngamar’ dari tamu karaoke yang tergiur kemolekan tubuhnya.

“Sampai hampir setahun, saya kekeh menolak tawaran itu,” ucapnya.

BUTUH UANG
Namun, suatu ketika ia begitu sangat membutuhkan uang untuk menopang biaya kuliah dan kehidupannya sehari-hari.

Sementara, pundi-pundi uang di tabungan hasil ia bekerja selama menjadi pemandu lagu freelance tak mencukupi.

“Kemudian, saya diam-diam menerima tawaran untuk ngamar dari seorang tamu. Dari situ saya akhirnya terjun ke dunia seperti ini,” jelasnya.

Meski kemudian bersedia melayani jasa kencan melepas syahwat sesaat, Kenanga mengaku tetap tak meninggalkan dunia pemandu lagu freelance.

Menurut dia, akan terlalu kelihatan menyolok ketika tiba-tiba ia begitu saja meninggalkan dunia lamanya sebagai pemandu lagu freelance.

“Tak semua tahu kalau aku bisa di-BO (booking),” terangnya.

Selama ini, ia menawarkan jasa kencan melalui beberapa group rahasia di Facebook (FB), selain tentu dari tamu karaoke yang ditemaninya.

Dia mengakui, tak menawarkan jasa melalui akun Twitter, lantaran menilai ‘promosi’ di media sosial (medsos) jenis itu akan terlihat lebih menyolok.

“Kalau Twitter kan gak ada ya group-group rahasia kayak di FB,” ucapnya, beralasan.

Kenanga mengatakan, jika ada pria hidung belang yang berminat atau merespon postingannya di group FB, komunikasi akan dilanjutkan via inbox, dan diteruskan melalui aplikasi layanan pesan di ponsel.‎

Ia mengaku‎ tak pernah menyimpan nomor whatsapp atau aplikasi pesan ponsel lain milik tamu pria hidung belang.

“Selesai kencan, ya sudah, chatingan saya hapus semua. Kecuali pada tamu khusus, tertentu,” kata dia.‎‎‎

Menurut dia, untuk mendapat pelayanan plus darinya, tarif kencan yang ditawarkan mendekati angka Rp 1 juta untuk short time (st), dan Rp 2 juta untuk layanan long time (lt) atau menginap.

Semua jasa yang ditawarkan exclude, artinya biaya hotel menjadi tanggungan tamu.

“Jarang saya mau ‎menerima tawaran menginap, capek,” ujar dia.

Selain itu, Kenanga menuturkan, tak setiap hari menerima tamu. Ia mau melayani jasa melepas syahwat hanya ketika ia membutuhkan uang.

TAMU ISENG
Untuk menghindari calon ‎tamu yang iseng, sebelum berangkat ke hotel yang telah disepakati, ia meminta pria yang bersangkutan mengirimkan foto kamar yang telah dipesan.

“Kalau masih ragu, saya video call. Setelah dipastikan tamu ada di kamar sesuai yang telah disepakati, baru saya meluncur ke hotel,” imbuhnya.
‎‎
Kenanga pun tak tergoda menerima tamu di kamar kos, kendati kos yang ditempatinya saat ini bisa dibilang bebas.

Menurut dia, kos hanya untuk tempat beristirahat dan aktivitas lain yang jauh dari dunia ‘adu syahwat’, semisal belajar.

AJAKAN TEMAN
Sementara itu menjadi ayam kampus telah dilakoni Cinta, bukan nama sebenarnya, sejak tiga tahun lalu.

Keputusan itu diambilnya lantaran tergiur pundi-pundi uang untuk memenuhi gaya hidup hedonis ibu kota Jateng.

Wanita berusia 22 tahun itu menceritakan, awal dirinya mulai menemani om-om karena ajakan teman satu tongkrongan.

Ia tidak memungkiri alasan mau menjadi ayam kampus untuk membeli sejumlah barang, seperti baju, hingga biaya perawatan tubuh.

“Awalnya saya ke Surabaya, niatnya ketemu teman perempuan semasa SMA dulu. Diajaklah dugem. Dari situ dikenalkan dengan om-om berusia sekitar 40-50 tahun. Teman saya bilang: ‘enak lho, uangnya banyak, orangnya juga baik’,” tutur Cinta yang kemudian menurutinya.

Hubungan itu berjalan beberapa bulan, hingga akhirnya tidak lagi berkomunikasi lantaran handphone miliknya hilang dan yang bersangkutan juga tidak berupaya mencari dirinya lagi.

Setelah itu, ia kembali dikenalkan dengan om-om lain yang masih sekumpulan. Hubungan itupun berjalan hingga kini.

Cinta hanya mau menerima order dari teman dekatnya itu.

Ia mengaku tak sembarangan dalam memilih siapa pria hidung belang yang akan ditemani.

Wanita kelahiran 1991 itu mengaku termasuk tipe selektif. Ia pun tidak terang-terangan menjual diri (open BO).

“Kalau saya tidak pernah menerima BO, dan memang nggak mau, karena takut sakit (tertular penyakit kelamin), dan khawatir kalau BO nanti banyak orang yang kenal dan mereka memandang saya rendah,” imbuhnya.

PELANGGAN TETAP
Selain itu, Cinta menuturkan, sebisa mungkin perkenalan pertama itu berlanjut menjadi pelanggan tetap.

Lebih tepatnya, ia lebih nyaman menjadi pacar simpanan dibandingkan dengan ayam kampus yang terang-terangan open BO.

Alasannya, karena tak perlu ganti-ganti pasangan yang dikhawatirkan membuat identitasnya cepat terbongkar.

Pertimbangan lain, ia merasa pundi-pundi uang yang didapat jauh lebih besar.

“Jadi kalau butuh uang tinggal minta, nggak perlu berhubungan seksual dengan beberapa pria (untuk mendapatkan jumlah tertentu),” tandasnya.

Tak hanya satu orang, Cinta mengungkapkan, kini ada dua pria beristri yang menjadi pelanggan tetapnya.

Mereka berprofesi sebagai pengusaha yang tinggal di Surabaya dan Semarang.

Keduanya pun tidak saling mengenal satu sama lain, dan ia menjaga kerahasiaan itu.

Dengan menjadi simpanan, Cinta merasa ‘diopeni’ dan serba kecukupan, khususnya dari segi financial.

Setiap kali bertemu, ia diberi uang minimal Rp 1 juta dan paling banyak Rp 6 juta sekali kencan.

“Model transaksi, kalau ketemu pasti kasih, minimal Rp 1 juta-Rp 2 juta. Kadang tidak ketemu pun tiba-tiba ditransfer uang tanpa saya minta,” imbuhnya.

Cinta tidak memungkiri alasan dirinya mau menjadi wanita simpanan untuk membeli sejumlah barang, atau dengan kata lain agar bisa mempunyai segala benda branded dan up to date.

“Kalau yang di Surabaya ditawari pengen belanja apa, paling biasanya baju, kalau handphone belum. Pelan-pelan saja, biar tidak terlalu kelihatan moroti, pura-pura sayang,” ucapnya seraya tertawa.

Uang yang diperolehnya sebagai ayam kampus simpanan itu tidak dipakai untuk biaya kuliah, karena ia masih mendapatkannya dari orangtua.

Selain itu, Cinta juga takut orangtuanya curiga jika tidak lagi meminta uang saku untuk kebutuhan pendidikan dan hidupnya di Semarang.\

(sumber: tribunnews.com)

Komentar