Fakta-fakta tentang Kanker Serviks, Penyebab Jupe Meninggal

SAAT keluar dari RSCM, jenazah Julia Perez dikawal oleh petugas keamanan dari pihak rumah sakit. FOTO: BINTANG.COM

SultengTerkini.Com, JAKARTA– Innalillahi wa innailaihi rajiun. Aktris dan pedangdut Julia Perez alias Jupe akhirnya menghembuskan napas terakhirnya pada Sabtu (10/6), tepat di hari ke-15 bulan Ramadan.
Perjuangan Jupe berakhir sudah setelah empat bulan dirawat di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Kepergian wanita yang akrab disapa Jupe ini pun kembali mengingatkan pentingnya menjaga kesehatan, utamanya serviks (leher rahim) dari serangan kanker.

Berikut sekelumit fakta tentang kanker yang merenggut nyawa Jupe seperti dirangkum detikHealth dari berbagai sumber:

1. Terjadi pada leher rahim
Leher rahim biasa disebut juga serviks. Ini adalah bagian bawah dari rahim yang menghubungkannya ke vagina. Sedangkan kankernya sendiri terjadi karena ada sel-sel abnormal yang tumbuh secara tidak terkendali di dalam serviks.

Perlu digarisbawahi bahwa kanker yang satu ini bisa menyerang wanita di usia berapapun, namun cenderung lebih banyak pada wanita yang aktif berhubungan secara seksual.

2. Tak ada gejala
Pada stadium awal, kanker ini umumnya tidak memperlihatkan gejala khusus. Akan tetapi seperti diungkapkan dr Unedo, SpOG(K)Onk dari RSUD WZ Yohanes Kupang, ada beberapa gejala khas yang sayangnya, masih sering terabaikan.

“Yang paling sering biasanya seperti keputihan yang tidak sembuh-sembuh, terus-menerus terjadi. Keputihan sih kan memang kondisi normal, tapi kalau pemicunya ada dan dihindari ya pasti sembuh. Tapi kalau yang ini tidak,” ungkap dr Unedo.

Keputihan yang muncul pun terkait risiko kanker serviks pun umumnya tampak tak biasa. dr Unedo menjelaskan bahwa keputihan yang dianggap berisiko yakni berwarna kuning kehijauan, berbau serta gatal. Padahal dalam kondisi normal, keputihan biasanya berwarna bening atau putih, lalu tidak berbau dan tidak memicu rasa gatal di area organ intim.

3. Kesadaran masyarakat terhadap kanker serviks sangat kurang
Data Riset Kesehatan Dasar 2013 menyebut, kanker serviks bersama kanker payudara menjadi kanker dengan tingkat prevalensi tertinggi di Indonesia.

Padahal menurut Dr dr Sonar Soni Panigoro, SpB(K)ONk, pada prinsipnya, serviks bisa langsung kelihatan saat diskrining sehingga dapat dilakukan deteksi dini.

“Makanya kenapa di negara berkembang seperti Afrika, Indonesia masih tinggi (kasus kanker serviks) karena dia (masyarakat) malas (deteksi dini),” kata wakil ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN) tersebut.

4. Baru periksa di stadium lanjut
dr Antony Atmadja, SpOG dari RS Mitra Keluarga Bekasi mengungkapkan, 70 persen pasien kanker serviks datang ke rumah sakit dalam keadaan stadium lanjut. “Itu karena saat gejala muncul baru periksa,” katanya.

Gejala stadium lanjut pada kanker serviks sendiri di antaranya:
1. Pendarahan sesudah berhubungan intim
2. Menstruasi yang durasinya lebih lama dan lebih banyak dari biasanya
3. Nyeri panggul
4. Nyeri ketika berhubungan intim
5. Muncul keputihan berbau menyengat

“Sebenarnya keputihan belum tentu pertanda penyakit. Bisa muncul sebagai akibat infeksi. Untuk itu perlu periksa secara berkala,” lanjut dr Antony.

5. Kanker serviks bisa dicegah
Selain mudah ‘diintip’, penyebab kanker serviks sendiri telah diketahui yaitu HPV. “Vaksinnya sudah ada. Deteksi dininya sudah ada, papsmear dan IVA (Inspeksi Vagina dengan Asam Asetat). Jadi ini 100 persen bisa dicegah,” tegas Prof Dr dr Andrijono, SpOG, KFER dari RS Cipto Mangunkusumo.

Akan tetapi kini persoalannya adalah mahalnya harga vaksin HPV. Namun Prof Andri berharap vaksin ini dapat dimasukkan ke dalam program vaksinasi nasional, artinya ditanggung pemerintah dalam pembiayaannya, sehingga prevalensi kanker serviks di masyarakat Indonesia dapat diturunkan.

6. Pengobatannya mudah
Tingkat kefatalan kanker serviks sebenarnya tergolong rendah, asalkan gejalanya telah terdeteksi sejak dini. Dijelaskan Prof Andri, kanker serviks idealnya ditangani dengan cryotherapy.

“Ini sesuai dengan panduan WHO, ‘screen with HPV-DNA; treat with cryotherapy’ sebab morbiditasnya sangat rendah,” paparnya.

Selain itu, cryotherapy dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja. Hal ini menepis anggapan bahwa cryotherapy hanya bisa dilakukan di ruang operasi.

“Tolong itu dihilangkan pandangan seperti ini karena cryotherapy kapan saja bisa dilakukan, di klinik atau puskesmas, bahkan pasien bisa berobat jalan dan murah. Dalam 2 minggu hasilnya sudah bagus,” ujarnya. (sumber: detik.com)

Komentar