Telkomsel Membawa Berkah

INILAH tower Telkomsel yang memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan ekonomi masyarakat Layana Indah, Kota Palu, Sulawesi Tengah. FOTO: AGUS PANCA SAPUTRA

JARAKNYA hanya 15 kilometer dari Kota Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah. Namun peradaban masyarakat di RW 05 dan RW 06 Kelurahan Layana Indah, Kecamatan Mantikulore jauh tertinggal dibanding 41 kelurahan lain yang ada di kota itu. Layana Indah seperti desa dalam kota.

Oleh: Agus Panca Saputra*

Kata-kata seperti “Saya mau ke Palu” atau “Saya baru datang dari Palu” sudah biasa terucap bagi masyarakat setempat.

Padahal, Kelurahan Layana Indah masuk dalam 42 kelurahan di kota dengan makanan khas Kaledo ini. Orang Palu sering mem-bully orang-orang Layana dengan sebutan “Layana tidak ada dalam peta”.

Karena masyarakat Layana Indah seperti kaum terasing, para remaja yang sekolah di Kota Palu seperti SMA Negeri 1, SMK Negeri 2 atau SMK Negeri 3 Palu dalam kesehariannya terlihat lebih wah dibanding anak remaja lain.

Dengan pergaulan kota, mereka mulai mengecat rambutnya, menggunakan rok mini atau baju you can see yang populer bagi remaja Kota Palu.

Tingkah laku mereka sangat berbanding terbalik dengan remaja Jawa yang kalem dan bertatakrama. Padahal sekali lagi, jarak antara Layana Indah dengan Kota Palu hanya 15 kilometer!.

TRANSMIGRAN MISKIN

Pada tahun 1989-1990, Presiden Soeharto memberangkatkan sekira 300 kepala keluarga untuk menjadi transmigran di Layana Indah. Pada umumnya,  transmigran dari Pulau Jawa ini adalah pelaku industri kecil rumah tangga dengan produksi utama kerajinan tangan, kompor, oven, meubel hingga gitar.

Mereka ditempatkan di sebuah lembah yang tandus dan jauh dari jalan utama Trans Sulawesi. Karena mayoritas pengusaha kecil, lingkungan tempat tinggal para transmigran ini awalnya bernama Lingkungan Industri Kecil (LIK) Layana Indah.

Di daerah transmigrasi, para transmigran diberi fasilitas rumah papan susun piring dengan luas pekarangan 15×20 meter.

Selain itu, mereka juga diberi lahan seluas 20×25 meter untuk pengembangan usahanya. Selama enam bulan pertama, para transmigran ini mendapat beras jatah dari pemerintah, ikan asin hingga satu unit sepeda ontel.

Sayangnya, Pemerintah Kabupaten Donggala ketika itu (sekarang menjadi Kota Palu) tidak menyediakan fasilitas air bersih yang layak bagi masyarakat setempat.

Air bersih bisa diperoleh tiap tiga hari sekali. Akibatnya, masyarakat harus memiliki penampungan air yang cukup seperti drum atau bak air, untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Tanah yang luas juga tidak bisa ditanami karena ketidaktersediaan air bersih.

Dengan lingkungan tempat tinggal seperti ini, banyak transmigran yang memilih pulang kampung. Selain tidak adanya air sebagai sumber kehidupan, masyarakat juga sulit dalam memasarkan produknya, karena lokasi tempat usaha cukup jauh dari kota.

Terlebih lagi, moda transportasi seperti angkutan kota juga tidak menjangkau pemukiman transmigran.

Sarana transportasi di Layana ketika itu hanyalah ojek, yang tarifnya cukup mahal.

Dengan kondisi seperti itu, sebagian besar transmigran menjual rumah dan lahan mereka untuk kembali ke Pulau Jawa.

Saat menjual rumah dan lahan, para transmigran ini juga mengalami kesulitan, karena mayoritas penduduk Layana Indah masuk pada kategori miskin.

Akhirnya, transmigran yang ngotot pulang kampung terpaksa menjual rumah dan lahan dengan harga yang sangat murah, Rp2,5 juta-Rp 5 juta!.

Sungguh angka yang hanya cukup untuk ongkos kembali ke tanah Jawa. Fenomena jual rumah dan pulang kampung ini terjadi hingga tahun 1999 sampai tahun 2000.

Transmigran yang tetap tinggal harus memutar otaknya agar bisa bertahan hidup. Kebanyakan dari mereka mengalihkan pekerjaan mereka kepada pekerjaan yang lebih mudah mendapatkan uang, seperti menjadi tukang bangunan.

Adapula transmigran yang pandai melihat peluang. Di wilayah yang kiri-kanannya adalah gunung dan jauh dari kebisingan, sebagian masyarakat kemudian beralih pekerjaan menjadi peternak kambing dan ayam potong.

ERA NOKIA DIMULAI

Memasuki era milenium tahun 2000, Nokia menjadi perusahaan telepon tanpa kabel nomor satu di dunia. Dengan kecanggihan teknologinya, Nokia mampu mengalahkan ‘penemu’ handphone, Motorola.

Hampir setiap bulan atau dua bulan sekali, Nokia mengeluarkan produk terbaru yang lebih canggih, mulai dari tipe monoponic, polyphonic, MP3 hingga handphone kamera.

Masyarakat Layana Indah juga ikut dalam perkembangan zaman ini.

Sayangnya, karena berada pada kategori ekonomi lemah, masyarakat Layana Indah tidak mampu membeli handphone mahal.

Kebanyakan remaja dan pemuda Layana menggunakan handphone monoponic atau handphone polyphonic yang dibeli bekas atau second. Nokia 1100, 2300, 3310 dan Nokia 3315 paling banyak ‘dipegang’ masyarakat Layana Indah. Dengan handphone tersebut, para remaja terlihat sangat gembira. Mereka bisa mendengar musik dari fitur radio yang disediakan Nokia atau memainkan game ular-ular yang tamat ketika ular tersebut memakan ekornya sendiri!.

KAMPUNG TANPA HANTU

Setelah sebagian besar remaja dan pemuda memegang handphone, persoalan lain yang muncul di masyarakat adalah provider atau penyedia layanan kartu prabayar dan pulsa.

Pada tahun 2000 hingga tahun 2010, sinyal Telkomsel masih sulit diakses masyarakat.

Hal itu disebabkan karena pihak Telkomsel masih berpikir panjang untuk membangun towernya, sebab pendapatan masyarakat Layana Indah masih dibawah rata-rata. Biar bagaimanapun, Telkomsel adalah perusahaan yang berorientasi pada profit atau keuntungan, sehingga dalam membangun tower sekalipun, Telkomsel harus melihat peluang penghasilan yang diperoleh dari masyarakat setempat.

Akhirnya, masyarakat Layana Indah hanya dapat memperoleh akses signal dari PT Indosat. 0856569001, 081524590390, 08565682777, 081524595667 adalah contoh nomor telpon pemuda Layana Indah ketika itu.

Ternyata, setelah masyarakat Layana Indah menggunakan kartu tersebut, masyarakat juga dihadapkan dengan biaya yang cukup mahal.

Untuk sekali mengirim pesan atau short message service (SMS), masyarakat dikenakan biaya Rp350,-. Untuk menelepon malah lebih mahal lagi. Satu-satunya paket SMS atau telepon yang paling murah adalah saat jam dinding menunjukkan pukul 00.00 Wita atau tengah malam!.

Wajar saja, cerita-cerita mistis seperti Si Manis Jembatan Ancol, Hantu Lastri dari Desa Pati Jawa Tengah, sundel bolong dan kuntilanak, nyaris tidak terdengar di Layana Indah, karena sebagian besar masyarakatnya setiap malam begadang hanya untuk telepon-teleponan!.

Hingga saat ini, orang Palu atau orang dari daerah lain tidak pernah mendengar hantu dari Layana Indah.

PARA pengendara motor terpaksa berhenti sejenak sampai kambing Pak Karis (58) lewat. Pak Karis adalah peternak paling sukses di Layana Indah. FOTO: AGUS PANCA SAPUTRA

TELKOMSEL MEMBAWA BERKAH

Ketika Telkomsel Cabang Palu belum membangun tower di Layana Indah, para peternak kambing di kampung ini sangat mengalami kesulitan dalam bekerja. Untuk memantau ternaknya yang mereka gembalakan, para peternak kambing hanya mengandalkan Handy Talkie (HT) sebagai alat komunikasi antarpeternak. HT dijadikan alat komunikasi karena sinyal ‘Si Kuning’ juga tidak menjangkau areal pegunungan.

Meski menggunakan HT, namun peternak tetap mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Akibatnya, tidak sedikit peternak yang kehilangan kambingnya.

Suraji (33), salah seorang peternak di Layana Indah mengaku tak lagi menghafal jumlah kambingnya yang hilang.

“Waduh, sudah banyak sekali. Kalau dulu (sebelum tower Telkomsel dibangun di Layana Indah) sering (kehilangan kambing). Sekarang sudah tidak,” kata pria yang memulai beternak kambing sejak tahun 1995 tersebut.

Suraji mengatakan, komunikasi antarpeternak sangat penting, sehingga peternak dengan areal gembala yang berjauhan bisa memantau aktivitas orang yang mencurigakan.

“Dulu kita hanya mengandalkan HT. Itupun kadang sinyalnya hilang. Jadi banyak yang kambingnya kecurian,” tuturnya.

Suraji mengaku pernah mengejar pencuri kambing dengan parang dan senapan angin, berkat komunikasi antarpeternak tersebut.

Pemilik 50 ekor kambing ini mengatakan, sejak sinyal Telkomsel kuat dan jelas, para peternak semakin mudah berkomunikasi.

“Sekarang enak kalau gembala. Selain bisa komunikasi, kita juga bisa buka Facebook,” sebut pemilik akun Suraji Green di Facebook.

Hal senada diungkap Agus Suprat (40). Pemilik 30 ekor kambing ini mengaku telah kecurian kambing lebih dari 10 ekor.

“Lebih 10 ekor (kambing yang hilang). Tapi itu dulu waktu kita pakai HT. Sekarang komunikasi sudah bagus, jadi gak ada yang hilang,” tuturnya Agus Suprat kepada SultengTerkini.Com.

Sukaris (58) adalah peternak kambing paling sukses di Layana Indah. Transmigran yang dulunya memproduksi gitar akustik ini telah beralih profesi sejak tahun 1996. Saat ini, kambingnya tercatat lebih dari 300 ekor.

Kambing peliharaannya tidak hanya dijual di Kota Palu, melainkan sampai ke Pulau Kalimantan. Bagi peternak kambing di Layana Indah, Pak Karis-sapaan akrab Sukaris, adalah ‘ketua kelompok’.

Untuk memudahkan komunikasi antarpeternak, Pak Karis yang memberi ide agar peternak menggunakan HT.

“Ya Alhamdulillah sekarang komunikasi kami menjadi lebih mudah. Pencurian kambing di Layana sekarang sudah tidak semarak dulu,” tuturnya dengan dialek Jawa yang mendok.

Dari hasil beternak kambing, Pak Karis mampu membangun rumah yang lebih layak, bahkan membuat sumur air sendiri.

Tak hanya peternak kambing yang kebagian berkah Telkomsel. Risnawati (24), warga Blok H nomor 11 Layana Indah mendapat untung berlipat dari bisnis jual beli online.

Dengan mengandalkan Facebook, Blackberry Messanger (BBM), WhatApps (WA) dan Instagram, alumni Universitas Tadulako Palu ini mampu menjual pakaian dari Pulau Jawa.

“Yang beli bukan cuma orang Layana, teman-teman kampus juga banyak yang beli,” tutur Risnawati.

Ia mengatakan, dalam merintis bisnis online dua tahun lalu, lebih murah jika menggunakan kartu Telkomsel.

“Saya pakai Telkomsel kak. Lebih murah paket internetnya,” kata Risnawati.

Lulu Irhamna (26) pun demikian. Pemilik Kios Dilu ini mengaku senang dengan pembangunan tower Telkomsel di Layana Indah sejak tahun 2011. Menurut dia, dengan sinyal yang lebih kuat dan lebih jelas, mayoritas warga Layana Indah mengganti kartu mereka dengan kartu Telkomsel. Ini bisa dilihat dari penjualan pulsa M-Kios di kios miliknya.

“Saya pernah jual pulsa (operator) lain kak, tapi gak ada yang beli. Kalau Telkomsel banyak. Telkomsel memang membawa berkah,” ujarnya.

Lulu mengaku dari penjualan pulsa Telkomsel saja, ia bisa membelikan susu dan mainan buat Delisa (2), anak semata wayangnya.

Ichyak Ulumuddin (30), warga Blok G Nomor 4 Layana Indah juga sangat terbantu dengan adanya sinyal Telkomsel. Dengan tarif internet murah yang diberlakukan Telkomsel, pemilik Bengkel Yaya Motor ini bisa belajar servis sepeda motor melalui aplikasi YouTube.

“Kalau ada kerusakan motor yang saya tidak tahu perbaiki, saya belajar di YouTube,” urainya.

“Saya sering bayar cicilan mobil lewat SMS banking, jadi semuanya serba mudah sekarang,” tambahnya.

Ya, memang demikian kenyataannya. Sejak keberadaan tower Telkomsel di Layana Indah, masyarakat seakan memperoleh berkah berlipat. Mayoritas penduduk mengganti kartu lamanya dengan Telkomsel. Mereka tak menghiraukan layanan telpon murah 0,0000001 per detik yang diiklankan penyedia kartu prabayar lain.

Pengguna kartu selain Telkomsel pun kini bisa dihitung dengan jari.

Saat ini, pertumbuhan ekonomi masyarakat Layana Indah meningkat drastis. Rumah papan susun piring yang dulunya disediakan bagi transmigran, kini berubah menjadi rumah tembok  minimalis dan lebih layak.

Para remaja, pemuda maupun orangtua kini bahkan memiliki handphone canggih, yang dengan mudah bisa mengakses internet. Fitur radio atau game ular-ular sudah lama ditinggalkan. ***

*Penulis adalah Pemimpin Redaksi SultengTerkini.Com

Komentar