PALU– Kepala Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Asrif mengatakan, saat ini bahasa daerah di wilayahnya dalam kondisi sedang tidak baik-baik saja.
Hal tersebut diungkapkan dalam kegiatan Diseminasi Program Perlindungan Bahasa dan Sastra di Sulawesi Tengah, yang digelar di sebuah hotel Jalan Basuki Rahmat, Kota Palu, Senin (8/5/2023).
Asrif menjelaskan, hal tersebut dikarenakan kondisi penutur bahasa daerah terus berkurang dan tidak adanya regenerasi.
Sehingga kata dia, banyak anak daerah bahkan tidak mempu menggunakan bahasa daerahnya sendiri, lantaran mereka lebih suka dan tertarik menggunakan bahasa asing atau bahasa mereka sendiri.
“Ini upaya kami untuk meningkatkan bahasa daerah di Sulawesi Tengah,” kata Asrif.
Lebih lanjut Asrif mengatakan, salah satu bahasa daerah yang sedang sakit itu adalah Bahasa Kaili.
Menurutnya, banyak dari putra putri daerah tidak bisa menggunakan Bahasa Kaili dan tidak ingin mempelajarinya.
“Bahasa daerah Kaili ini salah satu yang terancam punah, selain bahasa Banggai, Saluan, dan Pamona,” ungkap Asrif.
Selain itu, di Sulteng sendiri juga terdapat satu bahasa daerah yang hampir punah. Bahkan penutur bahasa tersebut tidak lebih dari 10 orang.
Bahasa daerah itu berada di Kepulauan Banggai yakni bahasa daerah Andio.
“Andio sendiri berada di antara Banggai dan Saluan. Bahkan ketua sukunya tidak begitu paham dengan bahasanya,” ungkap Asrif.
Di tempat yang sama, Anggota Komisi X DPR RI, Sakinah Aljufri yang hadir sebagai narasumber di kegiatan tersebut terus mendukung upaya pelestarian bahasa daerah di Sulteng, terutama dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM).
“Ini akan menjadi kearifan lokal kita. Indonesia unik karena kayanya bahasa, Indonesia unik karena ragam budayanya. Jangan sampai ini hilang. Kita harus bangga dengan bahasa daerah kita,” kata Sakinah.
Menurut Sakinah, seharusnya dengan menggunakan bahasa daerah, harusnya bangga. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan, ini harus secepatnya dibuatkan Peraturan Daerah (Perda) agar pemerintah daerah merasa berkewajiban untuk meningkatkan program berbahasa daerah.
“Kondisi bahasa daerah kita sedang sakit. Mari sama-sama mengobati, kalau bukan kita, siapa lagi, mau tunggu nanti strok, itu lebih bahaya,” tuturnya.
Dia mengimbau agar para ibu-ibu mendukung dengan menggunakan bahasa daerah di rumah tanpa beban, sehingga anaknya mau menggunakan bahasa daerah dengan senang hati.
Dalam kegiatan tersebut diikuti oleh 100 perserta yang terdiri dari berbagai profesi, termasuk sastrawan dan budayawan. HNY

















Komentar