DPRD Sulteng Nilai Restorative Justice Jalan Terbaik Selesaikan Konflik Agraria

-Kota Palu, Utama-
oleh

PALU– Wakil Ketua I DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), Aristan menghadiri kegiatan Lokakarya Penyusunan Peta Jalan Satuan Tugas (Satgas) Penyelesaian Konflik Agraria (PKA) di Provinsi Sulawesi Tengah di Ruang Polibu Kantor Gubernur, Kamis (17/4/2025).

Kegiatan ini menjadi momentum penting dalam merumuskan strategi penanganan konflik agrarian yang selama ini menjadi salah satu persoalan krusial di berbagai wilayah Sulteng.

Lokakarya ini turut dihadiri oleh Gubernur Sulteng Anwar Hafid, Wakil Menteri HAM RI Mugiyanto, Ketua Tim Agraria dan Sumber Daya Alam Komnas HAM RI Suarlin P Siagian, Staf Khusus Menteri HAM RI, para bupati/wali kota se Sulteng, kepala OPD lingkup Pemerintah Provinsi Sulteng, serta sejumlah tamu undangan lainnya.

Aristan menyampaikan apresiasi terhadap langkah Gubernur Anwar Hafid yang dinilai progresif dalam menangani konflik agraria melalui pembentukan Satgas PKA.

“Langkah ini sangat patut diapresiasi. Satgas ini membawa harapan baru bagi penyelesaian konflik agraria yang lebih adil dan manusiawi di Provinsi Sulawesi Tengah,” ujar Aristan.

Dia juga menegaskan, keberadaan satgas harus didukung oleh semua pihak, termasuk aparat keamanan.

Untuk itu, dia meminta agar Polda Sulteng dan Polres Morowali bersikap lebih bijaksana dalam menangani situasi di lapangan.

“Atas nama pimpinan DPRD, saya meminta agar aparat mengedepankan pendekatan persuasif demi menciptakan situasi yang kondusif. Saya juga mengimbau agar para petani dan warga yang masih ditahan segera dibebaskan,” katanya.

Menurutnya, restorative justice adalah jalan yang lebih baik dan manusiawi dalam menyelesaikan konflik seperti ini.

Penyusunan peta jalan Satgas PKA diharapkan menjadi panduan strategis dalam menangani konflik agraria di Sulteng secara sistematis, melibatkan seluruh pihak terkait, dan berorientasi pada keadilan serta perlindungan hak asasi masyarakat.

Sementara itu, Gubernur Anwar Hafid menegaskan bahwa penyelesaian konflik agraria harus cepat dan fokus, ibarat menempa besi yang hanya bisa dibengkokkan atau diluruskan saat besi dipanaskan.

“Kalau dia (besi) panas saat itu bisa dibengkokkan jadi kalau ada kasus agraria harus segera (diselesaikan) jangan ditunda,” tegasnya di hadapan peserta lokakarya.

Karena kalau besinya dingin jauh lebih susah dan hal ini serupa dengan kasus-kasus agraria yang jika dibiarkan makin sulit diselesaikan. TST/HAL

Komentar