PALU– Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) melalui Majelis Hakim Komisi Kode Etik Polri (KKEP) menjatuhkan sanksi penundaan kenaikan pangkat dan mutasi bersifat demosi terhadap Briptu D dalam perkara penerimaan gratifikasi dari 18 calon siswa bintara gelombang kedua 2022.
Putusan itu pun mendapat tanggapan keras dari Muhaimin Yunus Hadi, seorang Anggota Komisi III DPRD Sulteng.
Kepada jurnalis media ini, Muhaimin menyayangkan putusan sidang kode etik yang dijatuhkan kepada Briptu D.
“Ini kasus yang melecehkan institusi Polri, Briptu D harus dibawa ke peradilan umum karena jelas dia terbukti bersalah saat sidang kode etik,” kata Muhaimin.
Dia meyakini Briptu D tidak berperan sendiri dalam kasus itu dan menduga ada keterlibatan oknum pejabat di Polda Sulteng.
Olehnya dia berharap Briptu D bukan cuma diberikan sanksi mutasi dan penundaan pangkat, tetapi juga harus diadili di peradilan umum dan dihukum setimpal sesuai perbuatannya.
“Harus ada efek jera bagi pelakunya. Saya berharap ini kasus terakhir dan jangan lagi terulang,” tegas politisi Partai Amanat Nasional itu.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Subbid Penerangan Masyarakat Polda Sulteng, Kompol Sugeng Lestari di Palu, Kamis (17/11/2022) mengatakan, Briptu D sudah dijatuhi putusan dalam sidang etik dan sanksinya berupa penundaan kenaikan pangkat serta mutasi yang sifatnya demosi.
Sugeng menjelaskan, sanksi penundaan kenaikan pangkat yang diberikan terhadap Briptu D berlaku selama tiga tahun. Sedangkan mutasi yang bersifat demosi berlaku selama lima tahun.
Sidang etik memutus Briptu D bersalah sebagai perbuatan tercela dan terbukti melanggar peraturan polisi (perpol) pasal 5 ayat (1) huruf b yang menyebutkan setiap pejabat Polri dalam kelembagaan wajib menjaga dan meningkatkan citra, soliditas, kredibilitas, reputasi dan kehormatan Polri.
Selain itu adalah pasal 10 ayat (4) huruf f menerangkan setiap pejabat Polri dalam kelembagaan dilarang menerima imbalan dalam proses seleksi penerimaan anggota Polri maupun pendidikan pengembangan.
“Putusan itu lebih ringan dari tuntutan penuntut yaitu pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau dipecat sebagai anggota Polri,” ucap Kompol Sugeng.
Sugeng juga menambahkan bahwa Briptu D menerima putusan tersebut, usai berkonsultasi dengan tim pendampingnya sehingga berstatus berkekuatan hukum tetap.
“Intinya pihak oknum pelanggar sudah menerima sehingga keputusan itu sudah memiliki kekuatan hukum tetap,” katanya. HAL
Komentar