Mengenal Erdogan, Pemimpin Terlama Turki yang Ikut Pemilu Terakhir

-Internasional, Utama-
oleh

TURKI– Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan pemilihan umum (pemilu) pada akhir Maret ini akan menjadi kontestasi terakhir bagi dirinya.

“Saya bekerja tanpa henti. Kami berlarian dengan terengah-engah karena, bagi saya, ini adalah final,” kata Erdogan dalam pertemuan yayasan pemuda Turki TUGVA, Jumat (8/3), seperti dilansir Reuters.

Pernyataan Erdogan ini mengisyaratkan berakhirnya kekuasaan sang Presiden yang telah memimpin Turki selama lebih dari dua dekade. Pernyataan tersebut juga merupakan yang pertama diucapkan Erdogan, sejak ia berkuasa pada 2003 silam.

“Dengan kewenangan yang diberikan undang-undang kepada saya, pemilu ini adalah pemilu terakhir saya,” ucap Erdogan.

Profil Recep Tayyip Erdogan, pemimpin terlama Turki

Recep Tayyip Erdogan merupakan Presiden ke-12 Turki yang menjabat sejak 2014.

Sebelum jadi presiden, Erdogan menjabat sebagai perdana menteri selama tiga periode sejak 2003. Dia juga pernah menjadi Wali Kota Istanbul dari 1994 hingga 1998.

Di awal masa kepemimpinan, Erdogan banyak dipuji sebagai pemimpin Islam panutan, terutama bagi negara di Timur Tengah. Hal itu berkat kebijakan reformasinya mulai dari memperluas kebebasan beragama hingga jaminan hak-hak kaum minoritas Turki.

Di bawah kuasa Erdogan, Turki menjadi negara mayoritas Muslim yang moderat dan terbuka. Turki juga menjadi salah satu negara mayoritas Muslim yang mampu bersaing dengan Eropa dari segi ekonomi.

Erdogan juga berhasil membawa Turki sebagai negara yang dianggap memainkan politik aktif di kawasan Timur Tengah, Eropa, hingga Asia. Contohnya, kala Turki menjadi salah satu pendorong dialog damai antara Rusia dan Ukraina.

Karena pencapaian itu, banyak pihak memuji Erdogan sebagai simbol kebangkitan Islam di kawasan Asia dan Eropa. Bahkan, para pengkritiknya menjuluki Erdogan sebagai “the New Ottoman Sultan” atau raja baru Turki Usmani.

Kendati begitu, bagi sejumlah pemimpin negara Arab, Erdogan dikenal sebagai sosok arogan, haus kuasa, dan ekspansionis. Ia bahkan dipersepsikan sebagai sosok yang ingin membangkitkan kekhalifahan yang sudah punah.

Kepemimpinan Erdogan juga bukan tanpa kontroversi. Dari sosok reformis, ia kini dianggap oleh sebagian pihak sebagai salah satu pemimpin yang otoriter, seperti dikutip The HuffPost.

Pada 2013, ia memenjarakan beberapa pejabat militer senior Turki seumur hidup karena merencanakan penggulingan partainya, Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP). Dia juga kerap memerintahkan penindakan terhadap para demonstran yang memprotes pemerintahannya.

Sejak 2016, Turki tak segan memenjarakan ribuan personel militer, puluhan ribu polisi, hakim, aktivis, hingga warga sipil buntut upaya kudeta untuk menggulingkan Erdogan.

Beberapa kali, Erdogan juga tercatat mengubah konstitusi Turki yang menurut banyak pihak dilakukan guna melanggengkan kepemimpinannya.

Erdogan bahkan sempat dinilai melakukan hasutan kebencian terkait agama hingga mengirimnya ke bui.

Saat masih menjabat wali kota, pemimpin kelahiran 1954 ini pernah membacakan puisi yang membandingkan masjid dengan barak, menara dengan bayonet, dan penganut agama dengan tentara.

Akibatnya, Erdogan dihukum sepuluh bulan penjara dan dipecat dari posisi wali kota.

Pada 2020, Erdogan pernah mendapat kritik dan kecaman saat ia memutuskan mengubah kembali Hagia Sophia menjadi masjid.

Ia menganggap penetapan Hagia Sophia sebagai masjid menunjukkan kebangkitan Islam dan menandai era sekularisme di Turki.

(sumber: cnnindonesia.com)

Komentar