Menyemai Budaya Non Tunai di Pemerintahan

-Opini, Utama-
oleh

SETIAP tahun pada bulan Desember kita memeringati Hari Anti Korupsi Sedunia, yang merupakan bentuk komitmen dunia untuk melawan korupsi serta untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap bahaya laten korupsi.

Oleh: Alfons Redemptus Benedik Suluh*)

Dalam konteks pengelolaan keungan negara, salah satu bentuk kesadaran untuk memerangi korupsi adalah dengan membangun transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.

Pengelolaan kas menjadi fokus utama dalam strategi reformasi pengelolaan keuangan negara setelah terjadinya krisis ekonomi lebih dari 20 tahun yang lalu. Reformasi perbaikan atas pengelolaan kas terjadi sangat cepat, dimulai dengan pelaksanaan Treasury Single Account (TSA) sebagai landasan awal reformasi yang dapat menciptakan efisiensi penerimaan dan pembayaran pemerintah dengan pengendalian arus kas pemerintah, yang kemudian dikembangkan dengan kebijakan untuk menyusun proyeksi anggaran melalui perencaan kas, yang diperkuat dengan analisis deviasi antara perencanaan arus kas dengan realisasinya sehingga memperkuat keakuratan ketersediaan kasnya.

Langkah-langkah penguatan manajemen kas yang terus dilakukan hingga saat ini dengan mengikuti perkembangan teknologi serta sinergi dengan sektor perbankan dengan adanya integrasi sistem melalui aplikasi berbasis teknologi informasi sehingga mempermudah transaksi kas entitas pemerintah.

Sistem pengelolaan kas yang semakin modern ini menjadi langkah baru yang mendorong masyarakat beralih ke sebuah kebiasaan baru dalam langkah transaksi keuangan.

Sektor perbankan sudah mengenalkan budaya cashless, non tunai, kepada masyarakat. Pada medio tahun 2000an kita tentu sudah sering mendengar istilah SMS Banking.

Fitur ini memberikan fasilitas kepada nasabah untuk mendapatkan informasi rekeningnya ataupun melakukan transaksi tanpa perlu datang ke bank, tentunya dengan pilihan menu dan transaksi yang masih terbatas.

Hingga saat ini berkembang dengan internet banking ataupun mobile banking, dimana seluruh informasi dan menu transaksi keuangan dapat dilakukan nasabah dengan cepat dan mudah, serta tentunya aman selama data sensitif yang digunakan sebagai akses login tidak tersebar kepada pihak lain.

Tentunya perkembangan ini memberikan kemudahan dan kenyamanan akses terhadap rekening yang dimilikinya.

Budaya cashless yang modern ini menjadi trigger bagi institusi pemerintah untuk mengadopsinya dalam sistem pengelolaan kasnya. Budaya ini menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kas negara.

Pada tahun 2014, Bank Indonesia mencanangkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang bertujuan menciptakan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar, yang dapat mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien, serta dapat meminimalisasi kendala dalam pembayaran tunai, seperti uang tidak diterima karena tidak layak edar dan meningkatkan efisiensi transaksi yang memungkinkan masyarakat tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar (https://www.bi.go.id/id/fungsi-utama/sistem-pembayaran/ritel/elektronifikasi/default.aspx).

GNNT kemudian ditegaskan dengan terbitnya Instruksi Presiden Nomor 10 tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasa Korupsi Tahun 2016 dan Tahun 2017 yang mendorong percepatan implementasi transaksi secara cashless di seluruh Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

Budaya cashless ini kemudian diatur oleh Kementerian Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK 230/PMK.05/2016 tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara Pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang mengatur bahwa pendebitan rekening bendahara bisa dilakukan dengan layanan perbankan secara elektronik (internet banking), serta beberapa program pendukung budaya cashless, antara lain Kartu Kredit Pemerintah (KKP), restrukturisasi rekening yang beralih pada virtual account (VA), dan Digipay yang merupakan sejenis marketplace yang ditujukan kepada instansi pemerintahan.

Perbaikan yang terus menerus di bidang manajemen kas tidak dapat sekaligus menyelesaikan permasalahan dalam pengelolaan kas pemerintah, dan memungkinkan masih munculnya permasalahan kas pada beberapa entitas pemerintahan.

Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia ( LHP BPK RI) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2021, BPK menyampaikan masih terdapat temuan terkait kas yang akar permasalahannya adalah belum optimalnya budaya cashless dalam transaksi keuangan di lingkup pemerintah, sehingga dinilai masih banyak uang tunai yang dikelola oleh bendahara pengeluaran yang melebihi ketentuan.

Atas temuan permasalahan ini, BPK RI merekomendasikan kepada Pemerintah untuk mengurangi penggunaan uang tunai dalam transaksi keuangannya melalui penggunaan digital payment termasuk Cash Management System (CMS).

CMS merupakan bentuk dari modernisasi sistem pembayaran yang dilakukan secara elektronik. Sesuai dengan pengaturan pada PMK nomor 230/PMK.05/2016, CMS didefinisikan sebagai sistem aplikasi dan informasi yang menyediakan informasi saldo, transfer antar rekening, pembayaran penerimaan negara dan utilitas, maupun fasilitas-fasilitas lain dalam pelaksanaan transaksi perbankan secara realtime online.

Dari definisi ini kita tentu dapat membayangkan aplikasi-aplikasi produk bank-bank umum yang memberikan fitur serupa pada definisi tersebut yang memudahkan nasabah bank untuk mendapatkan akses informasi serta transaksi melalui rekeningnya.

CMS adalah produk serupa yang ditujukan untuk lingkup pemerintahan, sifatnya melekat yang wajib disediakan bank ketika rekening bendahara satuan kerja sudah dimigrasikan ke virtual account, dan hanya perlu diaktivasi oleh satuan kerja ke bank bersangkutan. 

CMS dan KKP menjadi ujung tombak komitmen pemerintah dalam menggaungkan budaya non tunai. Manfaat yang bisa didapatkan pengguna CMS intinya pada efisiensi dan efektivitas, dari sisi pelaksanaan pembayaran bisa dilakukan secara cepat dan mobile di mana saja, monitoring saldo rekening serta pencetakan rekening koran yang bisa dilakukan secara mandiri, dan transaksi-transaksi bendahara lainnya, serta dapat mengurangi risiko uang hilang karena tindak kejahatan.

Tidak hanya dari sisi kemudahan serta lengkapnya fitur transaksi yang disediakan, CMS juga disematkan fungsi pengawasan dan pembedaan kewenangan yang menjadi tujuan awal reformasi pengelolaan kas negara, yaitu menciptakan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan kas negara.

Dengan menggunakan CMS dapat diketahui jejak historis transaksi, sehingga seluruh aliran transaksi yang terjadi dapat dilacak.

Selain itu, CMS menerapkan level pengguna yang dibedakan menjadi maker dan checker, yang memiliki fungsi saling berkait dan transaksi tidak akan terotorisasi jika salah satu dari user tersebut tidak memberikan persetujuan.

Konsep ini menjadikan transaksi keuangan dan monitoring pendebitan rekening bendahara akurat dan kredibel.

Setiap perubahan membutuhkan waktu untuk adaptasi, upaya untuk bisa menyesuaikan diri mengikuti perubahan tersebut.

Hingga triwulan akhir tahun 2022, tingkat penggunaan CMS oleh satuan kerja di seluruh Kementerian/Lembaga masih rendah, dikisaran tiga puluhan persen.

Beberapa kondisi yang dianggap menjadi penyebab rendahnya penggunaan CMS oleh bendahara satker antara lain masih kurangnya pemahaman teknis penggunaan dan manfaat dari CMS, masih nyamannya bendahara dengan sistem yang lama dengan menggunakan uang tunai, tidak meratanya jaringan internet ditambah adanya kekhawatiran bendahara terhadap cyber crime, dan masih ada user CMS yang belum dilakukan aktivasinya.

Keniscayaan perubahan ini perlu diimbangi dengan upaya pemilik kebijakan dan pemilik sistem untuk memastikan tantangan ini disolusikan dengan baik dan tidak berubah menjadi resistensi satuan kerja untuk menggunakan CMS.

Kementerian Keuangan sebagai koordinator pengelolaan kas negara terus melakukan koordinasi kepada seluruh satuan kerja melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang tersebar di seluruh Indonesia, dengan memberikan informasi dan sosialisasi, serta monitoring atas implementasi Budaya Non Tunai.

Para pimpinan Bank mitra kerja bendahara satuan kerja pemerintah juga diharapkan turut serta dalam program edukasi pelatihan dan layanan help desk terkait penggunaan CMS untuk memastikan sistem dan proses bisnis penggunaannya dapat berjalan dengan lancar dan aman.

Selain itu tidak kalah penting peran Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah dalam memastikan pemerataan infrastruktur terutama jaringan internet yang dapat diakses hingga seluruh wilayah di Republik Indonesia.

Melihat semangat tujuan dari reformasi pengelolaan kas negara untuk mengantisipasi penyelewengan keuangan negara melalui transparansi dan akuntabilitas tata kelola kas, serta perubahan, pengembangan, dan perbaikan yang telah dilakukan hingga saat ini, tentunya kita bisa terus merasa optimis bahwa keuangan negara berada pada jalur yang tepat dengan dukungan sistem mumpuni Cash Management System, yang mampu memudahkan pengguna dan efisien, serta dalam waktu bersamaan juga memberikan rasa aman.

Tentunya budaya cashless diharapkan mampu mendorong dan meningkatkan kualitas transaksi keuangan yang transparan dan kredibel.

*) Penulis adalah Kepala Seksi Bank KPPN Tolitoli

Komentar